KAB. OKI, || Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan – Kasus dugaan penerimaan gaji ganda oleh seorang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) berinisial T mengungkap kelemahan mendasar dalam sistem kepegawaian dan tata kelola keuangan negara di Kabupaten OKI, Sumatera Selatan. T diduga menerima remunerasi dari dua sumber berbeda selama kurang lebih satu tahun: sebagai Wakil Kurikulum di SMP Teladan (swasta) di Kecamatan Lempuing Jaya, dan sebagai P3K di SDN Sindang Sari, di kecamatan Lempuing.
Laporan masyarakat yang diterima Serikat Pemuda dan Masyarakat (SPM) Sumsel pada Senin, 17 Maret 2025, pukul 14.00 WIB di Kayuagung, telah memicu seruan untuk investigasi komprehensif dan transparan.
Dugaan penerimaan gaji dari APBD Kabupaten OKI dan APBN menunjukkan potensi penyimpangan serius yang memerlukan penyelidikan mendalam. SPM Sumsel, di bawah kordinasi Yovi Meitaha, telah mendesak penyelidikan yang akuntabel dan menuntut pertanggungjawaban hukum. Dalam konferensi pers Selasa, 18 Maret 2025, pukul 12.30 WIB di depan SPBU Celika Kayuagung, Meitaha menekankan perlunya reformasi sistemik untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Ia menyatakan,
“Kasus ini bukan hanya soal individu, tetapi mengungkap kelemahan sistemik dalam pengawasan dan verifikasi data kepegawaian. Kami mendesak reformasi menyeluruh untuk mencegah terulangnya kasus serupa dan melindungi keuangan negara dari potensi penyimpangan.” Ujar Yovi
SPM Sumsel juga mengancam akan menempuh jalur hukum jika proses investigasi tidak transparan dan tidak berjalan sesuai hukum.
Berdasarkan informasi yang tersedia, kasus ini berpotensi melanggar beberapa ketentuan perundang-undangan, termasuk UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen P3K , dan Undang-Undang tentang Keuangan Negara.
Seorang pengawas kabupaten, melalui sumber anonim di lingkungan pendidikan, menyatakan bahwa menerima gaji dari dua instansi secara simultan bertentangan dengan aturan kepegawaian, menunjukkan potensi kerugian keuangan negara dan menuntut pengembalian dana yang diterima secara tidak sah.
Ketidakjelasan perkembangan investigasi hingga saat ini menguatkan desakan untuk penyelidikan yang lebih efektif dan akuntabel. Kasus ini mengungkap kerentanan sistem pengawasan dan menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme verifikasi dan validasi data kepegawaian untuk mencegah penyalahgunaan anggaran negara.
Upaya pencegahan memerlukan perbaikan sistem dan peningkatan kapasitas pengawasan. Konfirmasi kepada pihak P3K yang bersangkutan melalui WhatsApp pada 18 Maret 2025 belum membuahkan hasil.
Kasus dugaan gaji ganda ini bukan hanya persoalan individu, tetapi menunjukkan kebutuhan mendesak akan reformasi sistemik dalam pengelolaan kepegawaian dan keuangan negara. Transparansi dan akuntabilitas merupakan kunci untuk memperkuat integritas dan mencegah terjadinya praktik korupsi. Media ini akan terus memantau perkembangan kasus dan memberikan laporan berimbang dan berbasis fakta.
(Wan)