KAB. TASIKMALAYA, || Safari Ramadan yang diinstruksikan langsung oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya kepada para camat untuk menyalurkan bantuan sembako di 39 kecamatan memang terlihat sebagai langkah positif dalam membantu masyarakat yang membutuhkan. Namun, di tengah kondisi krisis anggaran yang melanda Kabupaten Tasikmalaya, kebijakan ini patut dikritisi dari berbagai aspek, terutama efektivitas, transparansi, dan prioritas penggunaan anggaran.
Pertama, meskipun bantuan sembako dapat meringankan beban masyarakat, pertanyaannya adalah apakah program ini benar-benar berbasis pada kebutuhan riil atau hanya sebatas kegiatan seremonial yang dilakukan setiap tahun? Dalam kondisi keterbatasan anggaran, seharusnya pemerintah daerah lebih selektif dalam menentukan prioritas pengeluaran. Jika tujuan utamanya adalah kesejahteraan masyarakat miskin, bukankah lebih baik jika anggaran diarahkan pada program jangka panjang seperti pemberdayaan ekonomi atau penciptaan lapangan kerja?
Kedua, sumber dan transparansi anggaran dalam pelaksanaan Safari Ramadan juga menjadi hal yang perlu dikritisi. Apakah dana yang digunakan benar-benar berasal dari pos anggaran yang sesuai atau justru membebani sektor lain yang lebih krusial? Jika Kabupaten Tasikmalaya tengah mengalami krisis anggaran, maka perlu ada penjelasan yang lebih rinci mengenai bagaimana pemerintah daerah memastikan bahwa kegiatan ini tidak mengorbankan program-program prioritas lainnya.
Ketiga, efektivitas distribusi bantuan juga menjadi pertanyaan. Pemberian sembako berdasarkan rekomendasi desa bisa saja menimbulkan potensi ketidaktepatan sasaran atau bahkan penyalahgunaan, terutama jika tidak ada mekanisme pengawasan yang ketat. Apakah bantuan ini benar-benar diterima oleh masyarakat yang paling membutuhkan, atau ada unsur politis dan kepentingan tertentu dalam proses distribusinya?
Pada akhirnya, niat baik dalam program Safari Ramadan harus dibarengi dengan kebijakan yang matang, berbasis data, dan mempertimbangkan kondisi keuangan daerah. Jika tidak dikelola dengan baik, program ini berisiko menjadi sekadar ajang pencitraan, sementara masalah fundamental masyarakat seperti pengangguran, infrastruktur, dan pendidikan masih terabaikan. Dalam situasi krisis anggaran, pemerintah daerah seharusnya lebih mengutamakan kebijakan yang berorientasi pada solusi jangka panjang daripada sekadar bantuan sesaat yang belum tentu berdampak signifikan.
(Agus Nur Mk)