Mahasiswa Unika Weetebula: Menjadi Problem Solver yang Bijaksana

Mahasiswa Unika Weetebula: Menjadi Problem Solver yang Bijaksana

SERGAP.CO.ID

SUMBA BARAT DAYA, || Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dikenal sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Kedua hal ini disebut karena manusia adalah makhluk yang memiliki akal budi sehingga ia bisa menjalani kehidupannya dengan cara yang unik atau berbeda dengan makhluk lainnya.

Bacaan Lainnya

Manusia atau seseorang disebut makhluk pribadi karena ia adalah makhluk yang bersifat otonom atau memiliki pendirian dan pilihannya sendiri dalam menjalani kehidupannya.

Manusia atau seseorang disebut makhluk sosial karena ia tidak bisa terlepas dengan dunia luar, dimana ia harus berinteraksi atau membangun hubungan dengan orang lain untuk kesejahteraan hidup.

Namun, menjadi manusia bukanlah hal yang mudah. Dalam menjalani kehidupan, kita tidak pernah luput atau selalu dihadapkan dengan berbagai persoalan atau permasalahan hidup. Tidak ada seseorang yang bebas dari masalah, baik orang miskin maupun orang kaya dan tidak ada seorangpun yang mengatakan bahwa ia tidak pernah mendapatkan masalah.

BAJA JUGA : Momen Idul Adha 1445 H, Polres Mabar Sembelih 2 Ekor Sapi dan 11 Ekor Kambing Qurban

Permasalahan hidup kita muncul karena perbuatan kita sendiri dan orang lain yang melanggar hukum dan moral, sehingga merusak kenyamanan dan keamanan kita, baik secara individu maupun kelompok.

Hadirnya sebuah masalah dalam kehidupan bisa membuat kita merasa terganggu secara psikologi atau mental, seperti tertekan, tidak tenang, trauma, dan bisa saja orang berubah ke hal-hal yang buruk dari pada yang sebelumnya.

Tidak hanya terganggu secara psikologi saja, kita juga bisa terganggu secara fisiologi atau fisik, seperti cidera, mengalami sakit penyakit, bahkan ada orang yang melakukan bunuh diri karena tidak sanggup lagi dengan beban masalah yang berat baginya dan ini bukanlah cara yang bijaksana dalam menyelesaikan masalah.

Akibat dari permasalahan tersebut akan membuat tujuan hidup kita menjadi terganggu, tidak tercapai dan kehilangan harapan atau mejalani hidup tanpa tujuan yang jelas. Semuanya itu tergantung bagaimana kita menanggapi permasalahan yang sedang terjadi.

BACA JUGA : KH. Abdul Aziez Muslim, Perintis Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Ulama Alquran di Indonesia untuk Internasional

Ada orang menanggapinya dengan cara yang salah dan ada juga yang menanggapi masalah tersebut secara professional atau bijaksana. Berdasarkan topik yang dibicarakan pada kesempatan ini, yaitu “Menjadi Problem Solver yang Bijaksana” penulis ingin mengatakan bahwa masalah yang terjadi dalam kehidupan pasti ada solusi atau jalan keluar untuk menyesaikannya.

Jadi, kepanikan, kecemasan, kekuwatiran, over thinking, dan lain sebagianya hanya bersifat sementara, dan hal tersebut jawar saja secara manusiawi, tetapi jangan memberi porsi yang lebih besar pada hal tersebut dibandingkan dengan memenangkan diri untuk memikirkan dan mencari solusi atas masalah yang yang terjadi.

Dalam proses pemecahan atau menyelesaikan masalah, ada istilah yang bisa digunakan yang dalam bahasa Inggris disebut “design thinking”. Dalam hal ini, pikiran dituntut untuk berkreatif mencari dan mendapatkan solusi atas masalah yang sedang terjadi. Dengan kata lain, design thinking fokus pada solusi bukan fokus pada masalah. Jadi, yang lebih dominan berperan disini adalah logika atau pikiran bukan perasaan. Jika pikiran diberi kesempatan untuk berpikir secara luas, maka masalah yang sedang terjadi pasti bisa diselesaikan. Kebanyakan orang yang ketika mereka berada dalam masalah, selalu over thinking, panik, cemas, terlalu merasa tertekan dan merasa bahwa masalah tersebut tidak ada solusinya.

Akibatnya, tidak ada waktu untuk menenangkan diri dan memikirkan cara yang terbaik untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga merasa terlalu berat untuk dihadapi, dan akhirnya mencari jalan pintas yang tidak baik untuk menyelesaikan masalah. Ada yang minum obat terlarang atau obat pembasmi rumput, ada yang gantung diri dan lain sebagainya.

Menjadi pemecah masalah atau problem solver yang bijaksana adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh seseorang. Pemecahan atau penyelesaian masalah bisa dilakukan atas masalah yang terjadi pada diri sendiri maupun masalah yang terjadi pada orang lain. Untuk menyelesaikan suatu masalah, selain design thingking, kita juga harus memiliki ketrampilan yang dikenal dengan ketrampilan 4C, yaitu critical thinking, collaboration, creativity, dan communication.

Pada abad sekarang, kita dituntut untuk memiliki dan menguasai ketrampilan tersebut karena dapat digunakan dan bermanfaat dalam berbagai hal, terlebih khusus dalam menyelesaikan sebuah persoalan.

Pertama, critical thinking (Berpikir kritis). Kita harus berpikir kritis untuk menyelesaikan masalah, melakukan analisis dan evaluasi atas masalah yang sedang terjadi. Dalam hal ini, kita mengidentifikasi atau mencari akar penyebab dari masalah yang sedang terjadi, sehingga mudah mendapatkan solusi.

Salah satu syarat untuk bisa melakukan hal ini adalah kita harus menangkan diri, menghilangkan rasa cemas, panik, kekuwatiran dan lain sebagainya yang memungkinkan tidak mengahalangi proses berpikir secara positif. Bagian ini menujukkan bahwa kita adalah makhluk pribadi.

Kedua, creativity (Kreatif). kita harus kreatif dalam mencari, menemukan dan menciptakan solusi atas masalah yang terjadi. Solusi yang ditemukan harus tepat agar masalah tersebut tidak menimbulkan kekacauan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kenali kemungkinan penyelesaian masalah atas solusi yang sudah ditemukan atau diciptakan.

Dengan kata lain, lakukan perkiraan atas solusi yang digunakan tepat atau tidak. Pada bagian kita akan fokus pada solusi bukan pada masalah, sebagaimana yang sudah dikatakn sebelumnya. Bagian ini juga menujukkan bahwa kita adalah makhluk pribadi.

Ketiga, communication (Komunikasi). Jika kita berada dalam masalah, kita bisa melakukan komunikasi dengan orang lain yang kita percayakan jika sudah tidak mampu menghadapi sendiri masalah tersebut. Melalui komunikasi atau menyampaikan curhat kepada orang lain, kemungkinan orang tersebut akan membantu kita untuk menengkan diri dan mencari solusi untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi. Ini menujukkan bahwa kita adalah makhluk sosial.

Keempat, collaboration (Kerja sama). Ada pepatah demikian “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Dalam menghadapi persoalan atau masalah, kita hendaknya membangun kerja sama dengan orang lain untuk memecahkan masalah tersebut. Jangan selalu mengandalkan diri sendiri karena kita sendiri juga memiliki keterbatasan. Oleh sebab itu, mari kita wujudkan bahwa kita saling membutuhkan dan saling melengkapi. Ini juga menunjukkan bahwa kita adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

Dari keempat ketrampilan tersebut merupakan modal utama yang harus dimiliki seseorang dalam memecahkan masalah dan lain sebagainya. Maka dari itu, belajarlah dari sekarang untuk bisa memperolehnya. Jangan malas, karena malas menimbulkan kebodohan dan kebodohan menimbulkan kekacauan. Sesungguhnya kebodohan dan kekacauan itu muncul dari kemalasan.

Jangan lupa, kita sebagai manusia beriman harus percaya, berdoa dan pasrahkan semua pergumulan hidup ke dalam tangan Tuhan. Jangan hanya pasrah saja, tetapi juga bertindak. Hal yang dipasrahkan atau yang diserahkan kepada Tuhan adalah tindakan kita dalam memecahkan masalah. Tindakan kita seperti apa atau apa yang kita lakukan? Keempat ketrampilan tersebut yang harus dilakukan oleh kita. Tuhan lebih suka terhadap orang yang pasrah dan bertindak. Jika hanya pasrah saja dan berdiam diri, Tuhan akan lepas tangan. Jika, pasrah dilengkapi dengan tindakan dan berbagai cara yang baik untuk menyelesaikan masalah, maka Tuhan juga akan ikut serta dalam menyelesaikan persoalan. Secara tidak langsung, kita juga sedang melakukan kerja sama dengan Tuhan. Maka, masalah tersebut pasti selesai. Dengan demikian, kita akan menjadi problem solver yang bijaksana. Mari, kita bijak dalam menyelesaikan masalah. Apapun masalahnya jangan pernah minum alkohol.

“Penderitaan akan menjadi indah ketika seseorang menghadapi kesulitan besar dengan keceriaan, tidak dengan keterpurukan tapi kebesaran pikiran” Aristoteles (filsuf Yunani 384-322 SM)

Penulis: Melkianus Asterius Bili, mahasiswa Universitas Katolik (Unika) Weetebula.

(MSS**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.