Assalamu’alaikum,
Konon, manusia senantiasa mengejar kenikmatan dan kebahagiaan. Namun, kenikmatan yang dirasakan tidak selalu sejalan dengan kebahagiaan. Misalnya, seseorang bisa saja menikmati makanannya di restoran dengan sangat antusias, tetapi di balik itu, ia mungkin tengah stres akibat masalah pekerjaan. Atau seseorang bisa menikmati secangkir kopi di tengah masalah rumah tangga, tetapi kebahagiaan sejatinya belum tentu hadir.
Kenikmatan umumnya terkait dengan aktivitas fisik seperti makan, minum, dan seks, yang tentu saja memiliki batasannya. Tidak ada manusia yang bisa terus-menerus melakukan hal-hal ini tanpa henti. Kenikmatan ini berhubungan dengan nafsu dan juga ditemui pada binatang, yang mencari kesenangan dalam makan, minum, dan berhubungan seksual.
Berbeda dengan binatang, manusia dianugerahi kemampuan untuk mengejar kebahagiaan, yang tidak berkaitan langsung dengan aspek fisik atau benda. Kebahagiaan bersifat ruhani dan abstrak. Oleh karena itu, seseorang bisa merasa bahagia meskipun makanan yang dinikmati sederhana atau ia tidak makan di restoran mewah. Kebahagiaan adalah sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar kenikmatan.
Dalam pandangan Quran, kebahagiaan sejati dicapai oleh mereka yang mampu mensucikan diri mereka, sebagaimana tertulis dalam ayat, “Qad aflaha man tazakka” (Sungguh beruntung orang yang mensucikan dirinya). Tentunya, mensucikan diri bukanlah tugas yang mudah dan memerlukan usaha yang konsisten.
Semoga kita semua dapat menjalani kehidupan dengan penuh kebahagiaan, sukses, umur panjang, dan rezeki yang melimpah. Jangan lupa untuk melaksanakan shalat Jumat dan berkontribusi pada amal jariyah.
Salam hormat,
(Idat Mustari)
