SUMBA TENGAH NTT, || Khutbah Jumat yang disampaikan Oleh Ustad Fahril,S.Ip di Masjid Baiturrahman Waibakul.Jumaat,13 Juni 2025.Membahas tentang pentingnya menjaga alam dan lingkungan sebagai ciptaan Tuhan yang harus disyukuri.
Ustad menekankan bahwa merusak alam adalah haram dan dilarang oleh Allah SWT,karena dapat menimbulkan kerusakan bagi kehidupan manusia dan makhluk lainnya.Menjaga Alam Ustad Fahril mengajak jemaah untuk menjaga alam dan lingkungan sebagai bentuk syukur atas nikmat Allah SWT.
Larangan Merusak Alam”Allah SWT tidak menyukai orang yang merusak lingkungan, dan tindakan tersebut dapat menimbulkan bencana alam dan kerusakan ekosistem.Bahwa alam ini adalah ciptaan Allah SWT dan itu tanggungjawab Bersama.
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.”(QS.Âli Imrân [3]:102).Sungguh takwa adalah benteng terakhir kita di tengah kehidupan akhir zaman saat ini. Dan sungguh, hanya dengan takwa kita akan selamat di dunia dan akhirat.
Raja Ampat, yang kerap disebut sebagai “surga terakhir di bumi,” kini menghadapi ancaman serius akibat eksploitasi sumber daya alam. Kampanye “Save Raja Ampat” mencuat sebagai bentuk protes terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan nikel di kawasan tersebut. Dalam Indonesia Critical Mineral Conference & Expo 2025 yang dihadiri peserta internasional di Jakarta (3/6/2025),Greenpeace dan Masyarakat Adat Papua menyuarakan penolakan terhadap dampak buruk hilirisasi industri nikel yang merusak ekosistem laut, hutan tropis,dan kehidupan sosial masyarakat adat.
Menurut data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), terdapat 380 Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang mencakup area seluas 983.300,48 hektar di berbagai wilayah Indonesia. Sayangnya, alih-alih membawa kesejahteraan, aktivitas pertambangan justru meningkatkan kemiskinan dan merusak lingkungan.Indonesia bahkan tercatat sebagai negara dengan tingkat kerusakan hutan tropis akibat industri tambang tertinggi di dunia, menyumbang 58,2 persen dari total deforestasi yang terjadi di 26 negara, terutama pada periode 2010–2014 dan terus berlanjut hingga kini. Kebijakan pemerintah yang membuka akses tambang di wilayah konservasi dinilai sebagai bentuk penyerahan kedaulatan sumber daya alam kepada oligarki, yang berarti mempertaruhkan masa depan negeri ini.
Deforestasi besar-besaran di Indonesia merupakan akibat langsung dari sistem ekonomi Kapitalisme yang menjadikan tanah dan sumber daya alam sebagai komoditas. Dalam sistem ini, negara hanya berperan sebagai fasilitator kepentingan pemilik modal, sementara rakyat terpinggirkan. Oligarki-hasil dari Kapitalisme-mengendalikan kebijakan melalui lobi, politik, dan media, sehingga kawasan konservasi seperti Raja Ampat pun dikorbankan demi tambang nikel dan memenuhi permintaan pasar global baterai kendaraan listrik.
Kerusakan ekologis akibat sistem ini mencakup deforestasi, pencemaran lingkungan, perubahan iklim, dan eksploitasi laut serta keanekaragaman hayati. Korporasi besar menguasai lahan luas, menggusur masyarakat adat dan petani kecil,serta merusak lingkungan melalui proyek infrastruktur. Dengan dukungan kekuasaan politik, mereka bebas membentuk undang-undang, meloloskan izin, dan menghindari sanksi. Akibatnya, ketimpangan ekonomi meningkat, konflik agraria meluas, pembela lingkungan dikriminalisasi, dan krisis iklim global semakin memburuk.
Kapitalisme melalui tangan oligarki terus menciptakan kerusakan ekologi dan memiskinkan rakyat. Sistem ini menjadikan sumber daya alam sebagai komoditas demi keuntungan segelintir elite. Atas nama investasi dan transisi hijau, eksploitasi dilakukan besar-besaran seperti tambang nikel di Raja Ampat yang justru merusak lingkungan dan mengusik kehidupan masyarakat lokal. Padahal Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ telah melarang manusia berbuat kerusakan setelah Allah memperbaikinya.
Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi sesudah bumi itu Allah perbaiki. Berdoalah kalian kepada Dia dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sungguh rahmat Allah amat dekat dengan kaum yang berbuat baik.”_ (QS. al-A’râf [7]: 56).
Ironisnya, jargon pembangunan berkelanjutan hanya menjadi kedok eksploitasi yang sesungguhnya. Allah telah memperingatkan:“Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan karena ulah tangan manusia…”_ (QS. ar-Rûm [30]: 41).
Berbagai bencana ekologis seperti banjir, kekeringan, pencemaran, hingga kebakaran hutan merupakan konsekuensi dari kemaksiatan manusia yang menyalahi aturan Allah, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam sistem Kapitalisme, pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) diserahkan kepada oligarki, bukan untuk kesejahteraan rakyat, tetapi untuk keuntungan segelintir pihak. Kerusakan ini menjadi bentuk peringatan dari Allah agar manusia kembali kepada syariah-Nya dan bertobat. Kunci penyelamatan ekologi terletak pada sistem yang benar sesuai petunjuk syariat.
Islam memandang sumber daya alam strategis seperti tambang sebagai milik umum (milkiyyah ‘âmmah) yang tidak boleh dimiliki swasta atau asing. Negara wajib mengelolanya untuk kepentingan seluruh rakyat. Sabda Nabi Shallallâhu‘alaihi wasallam.
Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api; dan harganya adalah haram.”_ (HR. Ibnu Majah No.2472).
Hadits ini menunjukkan bahwa SDA adalah milik bersama dan tidak boleh diprivatisasi. Dalam Islam, negara bertindak sebagai pengelola dan pelindung, bukan mitra bisnis korporasi.
Islam menetapkan bahwa manusia adalah khalifah di bumi (QS. al-Baqarah [2]: 30) dan wajib memakmurkannya tanpa merusaknya (QS. Hûd [11]: 61). Di Dalam Islam akan mengelola hasil tambang seperti nikel melalui lembaga negara dan menyalurkannya ke Baitul Mal untuk kemaslahatan publik, bukan kepada investor. Inilah sistem pengelolaan SDA yang*الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي حَرَامٌ adil dan lestari: dikelola negara sesuai syariah, untuk rakyat, dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
Dengan demikian, Negara harus mampu mengelola sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan sesuai Islam, sumber daya strategis seperti tambang adalah milik umum (milkiyyah ‘âmmah) yang wajib dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umat, bukan diserahkan kepada swasta atau asing. Islam sebagai râ’in bertanggung jawab penuh atas pengelolaan kekayaan alam ini dan tidak boleh menjadikannya sebagai ladang bisnis bersama korporasi. Hasil tambang disalurkan ke Baitul Mal untuk pelayanan publik.
Eksploitasi tambang nikel di Raja Ampat mencerminkan kerusakan sistem Kapitalisme yang gagal menjaga amanah bumi. Selama sistem ini tetap menguasai tata kelola negara, kerusakan akan terus berlanjut. Karena itu, sudah saatnya Negara kita meninggalkan sistem kapitalismeh._ Inilah bentuk keimanan dan ketakwaan yang hakiki, yang akan mengundang keberkahan dari Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ.
Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itu Kami menghukum mereka karena perbuatan mereka itu”(QS. al-A’râf [7]: 96). WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.”khutbah Ustad Fahril,S.Ip
(Ss)