KAB. OGAN KOMERING ILIR, || Serikat Pemuda dan Masyarakat (SPM) Sumsel mendesak penegakan hukum terkait dugaan pungutan liar (pungli) dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).
Dugaan pungli ini melibatkan permintaan dana kepada sekolah-sekolah dasar untuk membiayai aplikasi Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) online, sebuah praktik yang melanggar aturan penggunaan Dana BOS dan berpotensi pidana.
SPM Sumsel telah mengumpulkan bukti-bukti, termasuk rekaman pesan WhatsApp yang menginstruksikan pengumpulan dana Rp1.500 per siswa, dan berencana menyerahkan laporan resmi kepada Inspektorat OKI, Dinas Pendidikan OKI, dan Aparat Penegak Hukum (APH).
“Praktik ini bukan hanya pelanggaran administrasi, tetapi juga berpotensi melanggar hukum pidana,” tegas Yovie Maitaha dari SPM Sumsel Selasa/27/06/2025 pukul 17:00 WIB Di depan kantor SPBU celika Kayuagung.
“Membebankan biaya aplikasi SPMB kepada sekolah dari dana BOS jelas-jelas pungli dan penyalahgunaan wewenang,” lanjutnya.
Yovie menekankan bahwa tindakan ini jelas melanggar petunjuk teknis (juknis) penggunaan Dana BOS 2025.
“Penggunaan dana BOS harus sesuai dengan petunjuk teknis,” tegasnya.
“Menyuruh sekolah membayar aplikasi SPMB dari pihak luar jelas-jelas melanggar larangan yang sudah ditetapkan. Ini masuk ranah pungli,” tambahnya.
Dengan estimasi 46 SD di Kayuagung dan rata-rata 200-300 siswa per sekolah, potensi kerugian keuangan negara mencapai puluhan juta rupiah. Ironisnya, pemerintah telah menyediakan sistem SPMB nasional secara gratis melalui Dinas Pendidikan.
“Ini menyangkut hak anak untuk mendapatkan pendidikan tanpa beban pungli,” ujar Yovie.
“Kami mendesak pihak berwenang untuk bertindak tegas agar praktik ini tidak terus berulang dan merugikan anak-anak kita.”
Ia juga menambahkan, “Ini pungli! Praktik ini harus dihentikan dan pelakunya diproses hukum.” Tambahnya
Yovie juga menegaskan komitmen SPM Sumsel, berkomitmen untuk mengawasi penggunaan dana BOS dan memberantas praktik pungli di dunia pendidikan. Kami akan terus memperjuangkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang adil dan merata.”ungkapnya
Praktik ini diduga melanggar beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Permendikbud No. 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS, dan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pelanggaran tersebut meliputi penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, dan penggunaan dana publik yang tidak efisien, transparan, dan akuntabel.
Juknis BOS 2025 secara tegas melarang penggunaan dana tersebut untuk:
1.Transfer ke rekening pribadi.
2.Pembungaan atau penyimpanan dalam bentuk deposito.
3.Peminjaman kepada pihak lain.
4.Pembelian perangkat lunak keuangan dari pihak luar.
5.Penyewaan aplikasi PPDB/SPMB online.
6.Pembiayaan kegiatan non-prioritas.
7.Pungutan/iuran kepada orang tua siswa untuk program BOS.
8.Pembiayaan kebutuhan pribadi guru atau kepala sekolah.
9.Pemeliharaan bangunan rusak berat.
10.Pembangunan gedung/ruangan baru.
11.Pembelian instrumen investasi.
12.Keikutsertaan dalam kegiatan pihak non-pemerintah.
13.Pembiayaan kegiatan yang telah ditanggung APBN/APBD.
14.Belanja di luar ketentuan juknis.
SPM Sumsel menekankan pentingnya menjaga integritas dunia pendidikan dan memastikan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang bebas dari pungutan liar. Mereka mengajak semua pihak untuk mengawasi dan melaporkan praktik-praktik serupa agar tidak terulang kembali.
(Wan)