Menjelang Hari Pers Nasional (HPN) ke-79: Wartawan Terjerat Oknum Tak Bertanggung Jawab, Citra Profesi Tercoreng

Menjelang Hari Pers Nasional (HPN) ke-79: Wartawan Terjerat Oknum Tak Bertanggung Jawab, Citra Profesi Tercoreng

SERGAP.CO.ID

KAB. TASIKMALAYA, || Jumat, 07 Februari 2025. Menjelang peringatan Hari Pers Nasional (HPN) pada 9 Februari 2025, perhatian kembali tertuju pada masalah yang merusak citra profesi jurnalis, yakni oknum wartawan yang mengatasnamakan profesinya untuk kepentingan pribadi. Fenomena wartawan “bodrex” dan LSM abal-abal yang melakukan pemerasan serta menyebarkan berita tidak akurat semakin meresahkan masyarakat. Praktik ini jelas merugikan profesi jurnalis dan LSM yang sesungguhnya bekerja demi kepentingan publik.

Bacaan Lainnya

Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya disarankan untuk melakukan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Polres setempat. Langkah ini dapat mencakup beberapa tindakan konkret, seperti:

  1. Verifikasi Identitas dan Legalitas: Pemkab dan Polres bekerja sama dengan Dewan Pers dan Kementerian terkait untuk memastikan wartawan dan LSM yang beroperasi memiliki legalitas yang jelas, serta terdaftar di media berbadan hukum dan terverifikasi oleh Dewan Pers.
  2. Peningkatan Kesadaran dan Sosialisasi: Edukasi kepada masyarakat dan pejabat daerah agar dapat membedakan antara wartawan profesional dan oknum wartawan yang hanya mencari keuntungan pribadi. Sosialisasi juga bisa dilakukan untuk mencegah intimidasi oleh oknum yang mengatasnamakan pers atau aktivis.
  3. Penegakan Hukum: Dengan adanya MoU, Polres dapat lebih tegas menangani kasus pemerasan atau penyalahgunaan profesi. Jika ada indikasi pemerasan atau penyebaran berita hoaks, aparat kepolisian dapat langsung bertindak sesuai laporan masyarakat atau pejabat daerah.
  4. Mekanisme Pengaduan: Diperlukan saluran pengaduan khusus bagi masyarakat dan pejabat daerah yang merasa terintimidasi oleh oknum wartawan atau LSM yang tidak resmi.

Penting untuk menegakkan kode etik jurnalistik dan memastikan bahwa wartawan yang bekerja sesuai prinsip jurnalistik tidak terhalang oleh tindakan oknum yang menyalahgunakan profesi. Dewan Pers dan organisasi wartawan harus lebih aktif dalam menegur atau mencabut status kewartawanan dari mereka yang terbukti menyalahgunakan profesinya.

Jika oknum wartawan terbukti terlibat dalam pemerasan atau suap, aparat hukum harus segera bertindak. Selain itu, transparansi dan keterbukaan informasi publik harus menjadi prioritas, agar tidak ada ruang bagi wartawan untuk menutupi praktik-praktik yang tidak benar.

Pentingnya Edukasi Masyarakat dan Pejabat Daerah

Edukasi dan kesadaran masyarakat harus ditingkatkan agar mereka lebih kritis terhadap berita yang beredar, terutama yang terkesan berpihak kepada pihak tertentu. Dengan begitu, oknum wartawan yang melanggar prinsip jurnalistik akan lebih sulit bergerak.

Untuk itu, pihak yang menerbitkan atau memberikan Kartu Tanda Anggota (KTA) wartawan secara tidak sah atau tanpa dasar hukum yang jelas dapat dikenakan proses hukum. Jika KTA diterbitkan oleh organisasi pers ilegal atau digunakan untuk praktik pemerasan, hal tersebut dapat melanggar hukum sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti pemalsuan dokumen, pemerasan, dan penipuan.

Tindakan Pencegahan:

  • Dewan Pers harus lebih tegas dalam memverifikasi organisasi pers yang berhak menerbitkan KTA.
  • Aparat hukum harus aktif mengawasi penggunaan KTA wartawan di lapangan agar tidak disalahgunakan.
  • Masyarakat dan pejabat daerah harus lebih selektif dalam menerima wartawan dan memastikan mereka berasal dari media yang resmi dan terverifikasi.

Melalui langkah-langkah tersebut, diharapkan dunia jurnalistik dan aktivisme di daerah bisa lebih tertib dan profesional, sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat, transparan, dan tidak terdistorsi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

(Iwan Singadinata)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *