Dunia Pendidikan, Dari Pembentuk Moral ke Sarang Korupsi

Dunia Pendidikan, Dari Pembentuk Moral ke Sarang Korupsi
Caption : Dominggus Ghoghi, mahasiswa Universitas Katolik Weetebula.

SERGAP.CO.ID

SUMBA BARAT DAYA, || Saya menggunakan pemikiran Socrates, salah satu filsuf Yunani kuno paling terkenal, yang menyampaikan kritik tajam terhadap korupsi dalam kehidupan publik. Ia berkata: “Keutamaan moral lebih penting daripada kekayaan atau kekuasaan. Korupsi adalah penyakit masyarakat yang merusak jiwa individu dan komunitas.”

Bacaan Lainnya

Pandangan Socrates menekankan pentingnya nilai-nilai moral sebagai fondasi kehidupan bernegara. Namun, hal ini seolah diabaikan di Kabupaten Sumba Barat Daya, di mana dunia pendidikan justru dijadikan lahan untuk memperkaya diri oleh segelintir oknum pengkhianat pendidikan.

Baru-baru ini, masyarakat disuguhkan berbagai berita yang meresahkan, mulai dari kasus tindak pidana korupsi, hingga persoalan upah buruh yang hingga kini belum terselesaikan. Fenomena ini tidak hanya mencoreng wajah pendidikan, tetapi juga merugikan masyarakat luas.

Mirisnya, dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat pembentukan etika dan moral justru menjadi sarang praktik-praktik tidak bermoral. Pendidik, yang disebut sebagai “pencetak manusia beradab,” malah memberikan contoh buruk kepada generasi penerus. Kejadian ini mencerminkan kegagalan pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya dalam mengatasi masalah korupsi yang semakin mengakar dari tahun ke tahun.

Sementara itu, persoalan upah buruh yang jauh di bawah standar menjadi bukti ketidakadilan yang dibiarkan. Banyak buruh lokal yang bekerja keras tanpa mendapatkan hak mereka secara layak. Minimnya pengawasan terhadap pemberi kerja membuat praktik ini terus berlanjut, menjerumuskan para pekerja ke dalam lingkaran kemiskinan. Hal ini semakin memperparah ketimpangan sosial yang ada di daerah tersebut.

Untuk menjawab masalah ini, diperlukan tindakan nyata. Pemerintah harus menegakkan hukum secara tegas terhadap pelaku korupsi, tanpa pandang bulu. Sistem pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendidikan juga harus diperkuat, dengan melibatkan masyarakat untuk memastikan transparansi. Selain itu, program pelatihan moral dan integritas bagi pendidik perlu segera diterapkan, agar para guru benar-benar menjadi teladan bagi murid-muridnya.

Masyarakat juga harus diberdayakan untuk memahami hak-haknya dan berani melaporkan setiap bentuk pelanggaran. Jika dibiarkan, korupsi dalam dunia pendidikan akan menjadi kebiasaan yang diwariskan, mengancam masa depan generasi muda. Dunia pendidikan harus kembali ke perannya sebagai pembentuk moral bangsa, bukan menjadi arena bagi para pengkhianat rakyat.

Untuk menghentikan lingkaran setan ini, saya menawarkan solusi yang perlu diambil oleh pemerintah guna menghapus tindakan yang tidak bermoral di kabupaten Sumba Barat Daya.

  1. Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Pemerintah harus menciptakan lapangan kerja baru dan mendukung usaha lokal untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada janji pekerjaan di luar daerah yang sering berujung pada perdagangan manusia.
  2. Reformasi Pendidikan: Pendidikan harus dikembalikan ke tujuan utamanya, yaitu mencetak generasi yang bermoral. Pemerintah perlu melakukan audit menyeluruh terhadap institusi pendidikan dan meningkatkan pengawasan anggaran pendidikan.
  3. Kesejahteraan Buruh: Pemberlakuan standar upah layak harus diawasi secara ketat, dengan memberikan sanksi berat kepada pemberi kerja yang melanggarnya.

Jika masalah-masalah ini dibiarkan, Kabupaten Sumba Barat Daya tidak hanya kehilangan masa depan generasi mudanya, tetapi juga kehormatan sebagai wilayah yang menjunjung nilai-nilai moral dan kemanusiaan. Sudah saatnya masyarakat dan pemerintah bekerja bersama untuk memutus rantai korupsi, dan ketidakadilan buruh demi menciptakan kehidupan yang lebih baik.*

(Ss)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.