KAB. OKI, || Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terbaru, dengan Nomor 40.B/LHP/XVIII.PLG/05/2025 tertanggal 24 Mei 2025, kembali menyoroti pengelolaan anggaran di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Kali ini, giliran Dinas Kesehatan (Dinkes) OKI yang menjadi fokus perhatian, khususnya terkait realisasi anggaran untuk 18 kegiatan pertemuan yang mencapai angka Rp2.137.175.250,00.
Temuan BPK ini muncul di saat masyarakat OKI tengah menaruh harapan besar pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, terutama dalam upaya menekan angka stunting, meningkatkan kesehatan ibu dan anak, serta memerangi berbagai penyakit menular. Pertanyaan pun muncul: apakah anggaran yang seharusnya menjadi amunisi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat ini telah dikelola secara optimal dan akuntabel?
BPK Mengendus “Kejanggalan”
Dalam laporannya, BPK mengidentifikasi sejumlah indikasi yang mengarah pada potensi ketidakberesan dalam pelaksanaan kegiatan pertemuan di Dinkes OKI:
1. Alur Dana yang Tak Lazim: BPK menyoroti adanya perbedaan mekanisme penyaluran dana antara kegiatan di Bidang Kesehatan Masyarakat dan Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P). Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan tentang standar operasional yang diterapkan dalam pengelolaan anggaran.
2. Konfirmasi Hotel Tak Sinkron: Upaya BPK untuk melakukan verifikasi ke sejumlah hotel yang diklaim sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan justru mengungkap fakta yang kurang menggembirakan. Terdapat ketidaksesuaian informasi antara data yang dimiliki Dinkes OKI dengan catatan pihak hotel.
3. Peserta “Siluman”? Lebih lanjut, BPK juga menemukan adanya indikasi ketidaksesuaian data terkait kehadiran peserta dalam sejumlah kegiatan pertemuan. Hal ini menimbulkan spekulasi tentang validitas kegiatan yang dilaksanakan.
Meskipun belum ada kesimpulan tentang adanya penyimpangan, temuan-temuan BPK ini jelas menimbulkan tanda tanya besar tentang akuntabilitas dan transparansi pengelolaan anggaran di Dinkes OKI.
Temuan BPK ini tak pelak memicu reaksi dari berbagai elemen masyarakat sipil di OKI. Serikat Pemuda dan Masyarakat Sumatera Selatan (SPM Sumsel), yang dikoordinatori oleh Yovi Meitaha, menggelar aksi damai di depan SPBU Celika Kayuagung pada Kamis, 16 Oktober 2025, untuk menyuarakan aspirasi mereka.
“Kami mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) Polres OKI dan Kejaksaan OKI untuk tidak tinggal diam. Temuan BPK ini harus diusut tuntas secara profesional dan transparan. Jangan sampai ada pihak-pihak yang mencoba untuk menutup-nutupi kebenaran,” tegas Yovi dengan nada lantang.
Yovi menambahkan, “Kami juga meminta kepada DPRD OKI untuk menjalankan fungsi pengawasan mereka secara maksimal. Jangan biarkan anggaran kesehatan yang seharusnya menjadi hak masyarakat diselewengkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.”Tambahnya
SPM Sumsel juga menuntut transparansi dan akuntabilitas dari Pemerintah Kabupaten OKI dalam pengelolaan anggaran daerah. Mereka meminta agar temuan BPK ini dijadikan momentum untuk melakukan reformasi birokrasi dan meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan anggaran di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Berikut adalah daftar 14 kegiatan yang menjadi sorotan BPK:
1. Pelatihan Pelayanan ANC Persalinan, Nifas Dan SHK (Rp242.980.000,00)
2. Pelatihan Edukasi Gizi Pada 1000 HPK Dengan Metode Demo Bagi Petugas Kesehatan (Rp217.680.000,00)
3. Penguatan Upaya Kesehatan Usia Produktif & Lansia (Rp167.450.250,00)
4. Pertemuan Evaluasi Data Indikator Program Gizi KIA (Rp131.400.000,00)
5. Pertemuan Pemantauan Status Gizi Balita Bagi Tenaga Kesehatan (Rp135.900.000,00)
6. Pertemuan Optimalisasi Peningkatan Kapasitas Tim Rujukan Terpadu (Rp134.135.000,00)
7. Pertemuan Capaian Kinerja Program Kesehatan Balita (Rp142.200.000,00)
8. Sosialisasi Pelaksanaan Skrining Hipotiroid Kongenital (Rp124.400.000,00)
9. Evaluasi Pemanfaatan Komunikasi Data Pemantauan Ibu Hamil (Rp92.980.000,00)
10. Sosialisasi Pemetaan Puskesmas PONED (Rp131.400.000,00)
11. Pertemuan Optimalisasi Pelayanan Neonatal Berdasarkan SPM Bayi Baru Lahir (Rp75.600.000,00)
12. Workshop Pelayanan Bagi Usia Produktif Dan Lansia (Rp143.650.000,00)
13. Gerakan Cepat Cegah Stunting (Rp85.900.000,00)
14. Pelatihan Pelayanan ANC Dan Penggunaan USG Dasar Obstetri (Rp311.500.000,00)
Masyarakat OKI kini menanti langkah konkret dari pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti temuan BPK ini. Akankah aroma ketidakberesan ini terbukti? Atau justru ada penjelasan lain yang dapat memuaskan dahaga publik akan transparansi dan akuntabilitas? Waktu yang akan menjawab.
(Wan)








