KOTA PAYAKUMBUH, || Polemik proyek penambahan jaringan WTP Batang Agam kembali mencuat ke permukaan. Proyek senilai Rp2.105.432.000 itu kini tengah disorot publik, lantaran adanya dugaan mark-up dan pengurangan volume pekerjaan, serta ketertutupan pihak-pihak terkait.
Menurut keterangan Owner CV. Najfas Consultant selaku pengawas proyek, pekerjaan telah dinyatakan selesai (PHO) pada Desember lalu. Pekerjaan mencakup pemasangan pipa PVC berukuran 12 inci sepanjang 1.040 meter, dimulai dari bak air hingga ke ujung jembatan.
“Setelah dari jembatan Batang Agam menuju taman bermain anak, pekerjaan terputus karena memang tidak ada anggaran untuk penyambungan ke seberang dalam kontrak senilai Rp2,1 miliar tersebut,” ujar Owner CV. Najfas. Saat ditanya terkait pendampingan dari Kejaksaan, ia enggan berkomentar.
Sebelumnya, media ini mengalami kesulitan untuk memperoleh informasi dari pelaksana proyek dan pihak konsultan pengawas. Proyek yang diklaim sebagai penambahan jaringan WTP Tirta Sago itu diduga sarat praktik mark-up dan pengurangan volume. Pihak Kejaksaan Negeri Payakumbuh, yang disebut sebagai pendamping proyek, juga belum memberikan keterangan resmi.
Direktur Utama dan Direksi PDAM Tirta Sago, Khairul Ikhwan dan Agus Rianto, pun terkesan menutup diri dari upaya konfirmasi oleh media. Dugaan menguat lantaran pipa penambahan jaringan WTP tidak menyambung ke seberang Batang Agam, tepatnya di bawah Jembatan Tanjung Pauh, Kecamatan Payakumbuh Barat.
Dengan total panjang pemasangan pipa 1.040 meter, publik mempertanyakan logika biaya yang disebut-sebut mencapai lebih dari Rp2 juta per meter. Ini menimbulkan kecurigaan adanya penyimpangan dalam proyek yang dilaksanakan di bawah kepemimpinan Khairul Ikhwan dan Agus Rianto.
Lebih jauh, muncul pertanyaan apakah penyambungan pipa yang terputus akan dilanjutkan pada anggaran tahun 2025, yang dimenangkan oleh CV. Elsa Risky Inasia dengan nilai kontrak lebih dari Rp6 miliar, atau sudah termasuk dalam proyek tahun 2024.
Foto penyerahan kontrak kerja sama antara Khairul Ikhwan, Agus Rianto, pihak Kejaksaan, dan CV Elsa Risky Inasia pun semakin menjadi sorotan. Publik mempertanyakan kejelasan dan transparansi proyek bernama sama: “Penambahan Jaringan WTP Batang Agam” tahun anggaran 2025.
Peran Kejaksaan dalam pendampingan proyek ini pun belum mendapat kejelasan. Hingga kini, Kejaksaan Negeri Payakumbuh belum memberikan tanggapan, padahal TP4D (Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah) sudah dibubarkan oleh Jaksa Agung RI, Dr. ST. Burhanuddin, SH, MH, sejak tahun 2021.
Proyek infrastruktur air bersih lainnya juga tidak lepas dari sorotan. Pekerjaan rehabilitasi prasarana air baku Batang Agam tahun 2024 dengan nilai Rp3,8 miliar sempat roboh. Penambahan jaringan WTP Batang Agam tahun 2024 senilai Rp2,1 miliar yang baru selesai pun dipertanyakan, menyusul proyek lanjutan tahun 2025 senilai lebih dari Rp6 miliar.
Lembaga Kontrol dan Advokasi Elang Indonesia pun melaporkan Kejari Payakumbuh dan Kejati Sumbar ke Kejaksaan Agung RI melalui surat bernomor R-1.03-LKA-EI/PYK/III-2025. Dalam laporan tersebut, Elang Indonesia menyampaikan kekecewaan terhadap sikap pembiaran atas dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan Perumda Tirta Sago.
Laporan itu memuat dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pengelolaan keuangan dan penunjukan direksi di PDAM Tirta Sago. Bahkan, DPRD Kota Payakumbuh mengungkapkan bahwa terdapat dana sebesar Rp42 miliar yang diendapkan, terdiri dari deposito Rp25 miliar dan giro Rp17 miliar.
Kasus ini kini menjadi perhatian serius masyarakat dan LSM, yang menuntut transparansi dan akuntabilitas dari seluruh pihak terkait, termasuk Kejaksaan, PDAM Tirta Sago, dan rekanan pelaksana proyek.
(Junaidi Sikumbang)