LEMBATA, || Wakil Ketua DPRD Lembata, Langobelen Gewura Fransiskus, menyoroti ketidakhadiran Bupati Lembata dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tingkat kecamatan. Bupati yang sebelumnya dijadwalkan membuka acara pada 25 Maret 2025 di Kecamatan Nubatukan, kembali absen dengan alasan sulit mendapatkan tiket penerbangan Kupang-Lewoleba.
Ketidakhadiran Bupati dalam proses perencanaan pembangunan daerah ini bukan yang pertama kali terjadi. Menurut Langobelen, Bupati juga tidak hadir dalam konsultasi publik terkait Rancangan Awal RKPD 2026 dan Musrenbang RKPD tingkat kecamatan. “Absennya Bupati dalam tahapan krusial ini semakin menguatkan dugaan bahwa ia tidak serius dalam menjalankan aturan perencanaan pembangunan sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 dan Permendagri No. 86 Tahun 2017,” ujarnya.
Bahkan, jadwal Musrenbang RKPD yang semula direncanakan pada 20-21 Maret 2025 telah digeser oleh pemerintah menjadi 24-25 Maret 2025 agar Bupati bisa hadir. Namun, perubahan jadwal itu ternyata tidak menjamin kehadiran kepala daerah tersebut. “Kita sudah menyesuaikan agenda dengan jadwal Bupati, tetapi lagi-lagi pemerintah tidak konsisten dan tidak komitmen terhadap kesepakatan yang sudah dibuat,” tegas Langobelen.
Ia juga mengkritik ketidakhadiran Bupati yang terlalu lama di luar daerah setelah pelantikannya di Jakarta pada 20 Februari 2025. “Setelah pelantikan, Bupati hanya beberapa hari di Lembata untuk syukuran, kemudian pergi lagi sejak 14 Maret hingga hari ini belum kembali. Bagaimana mungkin proses pembangunan bisa berjalan optimal jika pemimpinnya lebih banyak berada di luar daerah?” katanya.
Ketidakhadiran Bupati dalam forum Musrenbang RKPD memicu keresahan di kalangan masyarakat dan pemangku kepentingan di daerah. Musrenbang adalah momentum penting untuk menyusun program prioritas pembangunan, yang seharusnya mendapatkan perhatian penuh dari kepala daerah.
Menurut Langobelen, kebijakan pembangunan daerah harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat, bukan hanya pada kepentingan politik sesaat.
“Musrenbang bukan sekadar seremonial, tetapi proses strategis dalam menentukan arah pembangunan daerah. Jika kepala daerah tidak hadir, bagaimana bisa memahami langsung aspirasi masyarakat?” ujarnya.
Sejumlah pihak mendesak agar Bupati lebih berkomitmen dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah. Sebab, sesuai ketentuan, Bupati bertanggung jawab dalam mengawal perencanaan pembangunan, mulai dari tahap konsultasi publik, Musrenbang, hingga pengesahan program kerja pemerintah daerah.
Langobelen juga menegaskan bahwa DPRD akan terus mengawasi kinerja eksekutif dalam menjalankan perencanaan pembangunan daerah. Ia mengingatkan bahwa ketidakhadiran Bupati dalam forum resmi seperti Musrenbang bisa berdampak pada efektivitas program pembangunan dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan saat ini.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak pemerintah daerah belum memberikan klarifikasi lebih lanjut terkait ketidakhadiran Bupati dalam Musrenbang RKPD tingkat kecamatan.
DPRD Lembata dikabarkan akan menggelar rapat evaluasi untuk membahas implikasi dari ketidakhadiran Bupati dalam proses perencanaan pembangunan ini.
“Kami tidak ingin kebijakan daerah menjadi tidak terarah karena lemahnya kepemimpinan. Kami akan mendorong agar pemerintah lebih disiplin dalam menjalankan perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan,” tutup Langobelen.
(Desy)