KAB. TULUNGAGUNG, || Pada hari Jumat Pon, 7 Maret 2025, sebuah momen bersejarah terjadi ketika Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo, bersama keluarganya, melaksanakan prosesi adat Jawa yang sakral, yakni “Boyongan Ndalem Keprabon”. Mereka meninggalkan kediaman mereka di Desa Gandong, Kecamatan Bandung, dengan diiringi keluarga dan masyarakat setempat, mengenakan busana adat Jawa yang anggun, menuju Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso.
Setiap langkah mereka, yang diiringi dengan alunan Gending Jawa, menyiratkan filosofi yang mendalam. Perlengkapan keluarga sederhana seperti bantal dan guling turut diarak, melambangkan perpindahan fisik yang diiringi dengan ketulusan dan tanggung jawab batin. Malam itu, Pendopo menjadi saksi dimulainya amanah besar yang harus dijalankan: mengabdi untuk seluruh rakyat Tulungagung.
Acara Boyongan Ndalem Keprabon ini dihadiri oleh Wakil Bupati Tulungagung, Ahmad Baharudin, Sekretaris Daerah Tri Hariadi, Kepala Organisasi Pemerintahan Daerah (OPD) Kabupaten Tulungagung, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta pelaku bisnis, yang hadir dengan busana batik lengan panjang.
Dalam pidatonya, Bupati Gatut Sunu mengungkapkan bahwa “Boyongan” bukan sekadar perpindahan tempat tinggal, tetapi juga simbol transisi menuju pengabdian yang lebih besar. Pendopo bukan hanya sekadar rumah dinas, melainkan rumah rakyat yang menjadi tempat berkumpul untuk menyatukan gagasan demi kemajuan Tulungagung. Bupati juga meminta maaf atas segala kekurangan dalam pelayanan selama ini dan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyukseskan acara tersebut.
Bupati Gatut Sunu berharap acara ini dapat mempererat silaturahmi dan membawa berkah untuk mewujudkan visi masyarakat Tulungagung yang sejahtera, maju, dan berakhlaq mulia. Boyongan Ndalem Keprabon juga mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, gotong-royong, dan keseimbangan antara jasmani dan rohani dalam tradisi Jawa.
Acara ditutup dengan tasyakuran, doa bersama, dan kembul bujono yang penuh kehangatan, disertai dengan sajian khas seperti sate kambing dan bakso, yang semakin menguatkan rasa persaudaraan. Boyongan yang jatuh pada hari Jumat Pon ini mengandung nilai spiritual dan budaya yang tinggi, karena Jumat Pon dalam kalender Jawa dianggap sebagai hari yang penuh berkah dan energi positif, menegaskan bahwa perpindahan ini adalah sebuah langkah menuju introspeksi dan pembaruan tanggung jawab. Dalam tradisi Jawa, Boyongan adalah momentum sinergi antara individu dan komunitas untuk mencapai harmoni bersama.
(Sumilah)