KAB. OKI, || Sebuah video yang beredar di media sosial, diunggah melalui akun TikTok JURNAL KUHP COM, menampilkan pernyataan Menteri Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (PMD), H. Yandri Susanto, S.Pt., M.Pd., yang menuai beragam reaksi. Dalam video tersebut, yang direkam selama sebuah acara resmi , Menteri Susanto menyatakan, “Yang mengganggu ketertiban adalah LSM dan wartawan Bodrex, tolong Bapak Jenderal ditertibkan, bila perlu ditangkap!” Pernyataan tersebut disampaikan pada tanggal Jum’at 31 Januari/2025 Pukul 14:00 WIB
Pernyataan tersebut telah memicu reaksi dari berbagai pihak. Siti Aisyah, perwakilan dari LSM LIBRA Kabupaten Oki, menyatakan keprihatinannya atas pernyataan tersebut dalam keterangan pers pada Selasa, 4 Januari 2025, pukul 11:30 WIB di kediamannya. Siti Aisyah, dalam paparannya yang panjang dan terukur, menjelaskan bahwa pernyataan Menteri Susanto tersebut bukan hanya sekadar pernyataan spontan, melainkan mencerminkan sebuah pandangan yang keliru dan berbahaya tentang peran LSM dan jurnalis dalam masyarakat demokratis.
“Pernyataan tersebut, selain menghina profesi kami, juga mengabaikan peran penting LSM dan wartawan dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan memastikan akuntabilitas publik,” ujarnya.
Siti Aisyah menekankan bahwa LSM dan wartawan berperan sebagai kontrol sosial yang vital, membantu mencegah korupsi, memastikan transparansi, dan memperjuangkan hak-hak masyarakat. “Menyatakan kami sebagai ‘pengganggu ketertiban’ sama saja dengan membungkam suara-suara kritis yang sangat dibutuhkan dalam sebuah demokrasi yang sehat,” tambahnya.
Ia juga menyoroti potensi dampak pernyataan tersebut terhadap keamanan dan keselamatan para aktivis dan jurnalis di lapangan, yang dapat merasa terintimidasi dan terancam. Siti Aisyah berharap agar pernyataan tersebut dapat dikaji lebih lanjut dan meminta adanya komitmen dari pemerintah untuk menghormati kebebasan pers dan hak-hak konstitusional warga negara. Ia juga mendesak agar Menteri Susanto meminta maaf secara terbuka atas pernyataannya.
Yovi Meitaha dari Serikat Pemuda dan Masyarakat Sumsel (SPM), dalam keterangan terpisah di kantor sekretariat organisasi di depan SPBU Celika Kayuagung pada Selasa, 4 Januari 2025, pukul 12:30 WIB, mengungkapkan kekhawatiran yang lebih luas atas potensi dampak pernyataan Menteri Susanto. Yovi Meitaha menjelaskan bahwa pernyataan tersebut bukan hanya berisiko terhadap kebebasan pers dan kerja-kerja advokasi LSM, tetapi juga dapat menciptakan iklim ketakutan (climate of fear) di masyarakat.
“Pernyataan ini berpotensi memicu tindakan represif terhadap siapa pun yang berani menyuarakan kritik atau mengajukan pertanyaan kritis terhadap pemerintah,” tegasnya.
Yovi Meitaha menekankan bahwa pernyataan tersebut juga merupakan bentuk pelecehan terhadap institusi kepolisian, yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, bukan alat untuk membungkam suara kritis. Ia mendesak agar kepolisian bersikap profesional dan independen dalam menangani isu ini dan menjamin keamanan dan kebebasan bagi jurnalis dan aktivis LSM dalam menjalankan tugasnya. Yovi Meitaha juga menyerukan kepada pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap pernyataan tersebut, termasuk kemungkinan pelanggaran kode etik dan hukum yang berlaku. Ia berharap agar kasus ini menjadi momentum untuk memperkuat komitmen terhadap demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Menteri PMD Yandri Susanto terkait pernyataan tersebut. Pernyataan kontroversial ini telah memicu perdebatan publik di media sosial, menimbulkan diskusi mengenai etika dan tanggung jawab pejabat publik, serta peran media dan LSM dalam pengawasan pemerintahan. Pihak Kepolisian hingga saat ini belum memberikan keterangan resmi terkait rencana tindak lanjut atas pernyataan tersebut.
(Wan)