KUPANG, || Mantan anggota DPRD NTT, Hugo Rehi Kalembu, mengungkapkan pandangannya tentang kunjungan kerja ke Bendungan Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Dalam wawancara eksklusif, Kalembu menekankan pentingnya perencanaan yang matang agar proyek triliunan ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Menurut Kalembu, meskipun bendungan ini dirancang untuk melayani beberapa kabupaten, termasuk TTS, TTU, dan Malaka, kapasitas yang terbatas menjadi tantangan tersendiri.
“Jika tidak ada perencanaan yang jelas dari pemerintah daerah, potensi besar ini bisa menjadi mubasir,” ujarnya.
Kalembu juga menyoroti peluang yang ada di sektor pariwisata dan perkebunan, tetapi menekankan perlunya sinergi antara pemerintah daerah dan masyarakat. “Tugas gubernur untuk memastikan semua kabupaten dapat menarik manfaat dari bendungan ini,” tambahnya.
Salah satu saran yang disampaikan Kalembu adalah perlunya reboisasi di sekitar bendungan untuk menjaga kualitas air. “Kita harus merawat lingkungan agar air tetap terjaga. Program bersama rakyat harus diciptakan untuk mencapai tujuan ini,” pungkasnya.
Dengan potensi yang ada, semua pihak diharapkan berkolaborasi untuk memastikan Bendungan Temef menjadi sumber keberlanjutan dan kesejahteraan bagi masyarakat NTT.
Kalembu menambahkan bahwa ke depan, penting untuk mengintegrasikan berbagai kegiatan yang dapat memberikan nilai tambah, seperti festival kuliner dan acara komunitas. “Kegiatan ini tidak hanya akan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang keberadaan bendungan, tetapi juga mendatangkan manfaat ekonomi,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa statistik menunjukkan bendungan ini mampu menampung air dalam jumlah besar, yang dapat dimanfaatkan untuk irigasi lahan pertanian dan pembangkit listrik. Namun, tanpa perencanaan yang jelas, potensi ini tidak akan terwujud.
“Perlu ada dialog antara pemda dan masyarakat untuk merumuskan rencana yang sesuai dengan kebutuhan lokal,” imbuh Kalembu. Menurutnya, hal ini akan memastikan bahwa bendungan tidak hanya menjadi infrastruktur fisik, tetapi juga sumber daya yang berkelanjutan bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Dengan semangat kolaborasi, Kalembu optimis bahwa Bendungan Temef dapat menjadi pilar bagi pembangunan berkelanjutan di NTT, asalkan semua pihak terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan yang efektif.
Ia menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam menjaga dan memanfaatkan bendungan, agar tidak hanya menjadi proyek yang terabaikan. “Kesadaran dan partisipasi masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa manfaat yang diharapkan dapat tercapai,” kata Kalembu.
Selain itu, ia berharap pemerintah daerah segera merumuskan strategi jangka panjang yang mencakup pelatihan dan pengembangan keterampilan bagi warga setempat, agar mereka dapat berkontribusi dalam pengelolaan bendungan. “Dengan cara ini, kita tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga memberdayakan masyarakat,” pungkasnya.
Kalembu menutup diskusinya dengan harapan bahwa semua elemen—pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta—dapat bersinergi untuk memaksimalkan potensi Bendungan Temef demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat NTT. Dengan pendekatan yang tepat, bendungan ini bisa menjadi contoh sukses bagi proyek infrastruktur lainnya di seluruh Indonesia.
(Dessy)