SERGAP.CO.ID
BANYUWANGI, || Untuk pertama kalinya, Tim 5 Kaukus Advokat Muda Indonesia (KAMI) di bawah naungan “Cahaya Keadilan Firm” Banyuwangi – Jawa Timur, telah menorehkan catatan sejarah. Yakni menghadiri persidangan perkara nomor: 196/Pdt.G/2021/PN.Byw di Pengadilan Negeri Banyuwangi, (19/10) terkait gugatan baru Citizen LawSuit (gugatan warga negara) terhadap Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, Tim 5 KAMI kompak mengenakan pakaian kehormatan khas adat Banyuwangi berwarna serba hitam.
Hal itu sengaja dilakukan, mengingat pelepasan 1/3 kawasan gunung Ijen ke Kabupaten Bondowoso oleh Bupati Ipuk bersangkut paut dengan nilai-nilai filosofis, historis, yuridis serta ekonomis sebagai marwahnya Blambangan Banyuwangi.
Dalam perspektif Tim 5 Kaukus Advokat Muda Indonesia (KAMI) bahwasanya pelepasan ikon Banyuwangi yang diserahkan begitu saja kepada daerah lain dengan mengabaikan partisipasi publik, tak ubahnya bentuk pengkhianatan kepercayaan rakyat Banyuwangi.
Di sisi lain, Bupati Ipuk selaku Kepala Daerah yang tanpa melibatkan peran serta DPRD dalam membuat kebijakan strategis merupakan tindakan Abuse Of Power (Penyalahgunaan Kekuasaan). Karena mencampakkan amanah UU Nomor 23/2014 yang mengatur tata kelola Pemerintahan Daerah.
Koordinator Kaukus Advokat Muda Indonesia (KAMI), Dudy Sucahyo, SH saat disinggung soal pakaian khas adat Banyuwangi tersebut mengungkapkan, hal itu sesuai kesepakatan dalam musyawarah segenap personal Tim 5 KAMI.
Alasannya, karena yang sedang diperjuangkan dalam gugatan Citizen LawSuit (gugatan warga negara) erat kaitannya dengan harkat dan martabat Blambangan Banyuwangi.
“KAMI (Kaukus Advokat Muda Indonesia, red.) ingin memberikan yang terbaik bagi Banyuwangi tercinta (berpakaian adat Banyuwangi, red.) dalam penanganan perkara nomor: 196/Pdt.G/2021/PN.Byw di Pengadilan Negeri Banyuwangi perihal gugatan Citizen LawSuit (gugatan warga negara) atas penandatanganan Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani dalam Berita Acara Kesepakatan No: 35/BAD.II/VI/2021, tertanggal 3 Juni 2021 dengan menyerahkan 1/3 kawasan gunung Ijen ke Bondowoso. Meskipun segala biaya yang timbul, mulai biaya perkara, pakaian khas adat Banyuwangi dan yang lain-lainnya ditanggung secara patungan.
Alhamdulillah teman-teman di Tim 5 KAMI, sejak awal dengan senang hati dan rasa keterpanggilan melakukannya. Karena memang sudah ada kesepakatan bersama,” ujar Dudy menjabarkan alasannya.
Adapun juru bicara Tim Kaukus Advokat Muda Indonesia, Denny Sun’anudin, SH selaku penggagas ide berpakaian khas adat Banyuwangi itu menjelaskan, perkara pelepasan 1/3 kawasan gunung Ijen ke Kabupaten Bondowoso yang dilakukan oleh Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani tak bisa dianggap sebagai hal sepele. Menurutnya, gunung Ijen sudah melekat berabad-abad sebagai ikon kebanggaannya masyarakat Banyuwangi. Secara historis, sejak 1773 kawasan gunung Ijen masuk pangkuan Blambangan Banyuwangi, bahkan ada catatan 5 peta jaman Belanda yang turut mengukuhkannya.
“Jadi secara turun temurun, masyarakat Banyuwangi mempunyai hubungan emosional yang dahsyat dengan gunung Ijen baik secara filosofis, historis, yuridis maupun ekonomis. Jangan sampai dibiarkan, akibat kebijakan konyolnya Bupati Ipuk yang menyerahkan 1/3 kawasan gunung Ijen ke Bondowoso akan memantik kembali terjadinya tragedi seperti pada era 1969-1971-an. Dimana kala itu terjadi pertumpahan darah antara Banyuwangi dengan Bondowoso, sedangkan heroismenya masyarakat Banyuwangi utamanya para penambang serta pemikul belerang dan masyarakat Banyuwangi semata-mata demi mempertahankan tapal batas dan sumber kehidupannya kala itu tak dapat diragukan lagi,” tandas Denny mewanti-wanti dan mengingatkan perjalanan sejarah masa lalu yang menyedihkan.
Lantas apa hubungannya dengan pakaian khas adat Banyuwangi yang berwarna serba hitam?
Disadari ataukah tidak, ujar Denny, telatah Blambangan Banyuwangi saat ini sedang berduka atas ulah sang penguasa (baca: Bupati) yang telah mencampakkan ikon gunung Ijen
(Waluyo/Iwan)