SERGAP.CO.ID
MAJALENGKA, – Kepengurusan Dewan Pers
yang kini dipimpin Prof Mohamad Nuh dan jajarannya, merupakan lembaga yang diakui oleh negara sebagaimana
diatur dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999 Pasal 15.
“Bahkan kepengurusannya mereka itu ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres),”kata Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Majalengka Jejep Falahul Alam, usai menerima silaturrahmi para wartawan Majalengka yang mempersoalkan adanya dua Dewan Pers, Rabu (7/4/2021).
Menurut dia, di dalam UU Pers Pasal 15 menyebutkan bahwa dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, maka perlu dibentuk Dewan Pers yang independen. Fungsinya, melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers, menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
Kemudian, memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang
berhubungan dengan pemberitaan pers.Selanjutnya, mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah, memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers.
“Terakhir, meningkatkan kualitas profesi kewartawanan dan mendata perusahaan pers,”paparnya.
Masih dikatakan dia, Anggota Dewan Pers sendiri terdiri dari wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan, pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers. Kemudian, tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dari atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. “Posisi jabatan ketua dan wakil Ketua Dewan Pers itu dipilih dari dan oleh anggota,”paparnya.
Dijelaskan dia, keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya. Sedangkan sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari organisasi pers, perusahaan pers dan bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
Pihaknya sangat menyayangkan adanya pihak-pihak dan media pers tidak profesional, yang membangun framing atau opini ke publik bahwa Dewan Pers terkesan ada lembaga tandingan lainnya. Padahal yang diakui oleh negara itu hanya satu tidak ada yang lain.
“Siapapun orangnya atau kelompok manapun, jangan berlindung di UU Pers Nomor 40 tahun 1999 jika tidak mengakui Dewan Pers yang sah dan diakui negara,”tegasnya.
Disinggung terkait ada pihak pihak yang menolak sertifikasi wartawan melalui ujian kompetensi wartawan (UKW), menurut jejep patut dipertanyakan status persnya.
“UKW itu bukan program Dewan Pers, melainkan amanah atau permintaan komunitas pers nasional, yang dikenal dengan Piagam Palembang. Tokoh yang menginisiasinya seperti Jacob Oetama, Dahlan Iskan, Margiono, Ilham Bintang. Jadi, Dewan Pers statusnya hanya memfasilitasi keinginan komunitas pers. Jadi aneh ketika mengaku komunitas pers lalu menolak UKW,” bebernya.
Dia menjelaskan, UKW itu diperlukan karena dalam UU Pokok Pers disebutkan UU ini “lex specialist”. Artinya hanya komunitas pers lah yang mengatur tentang pers. Jadi sudah benar lah bahwa UKW memang sepenuhnya berasal dari pers, oleh pers, untuk pers dan dilaksanakan oleh komunitas pers itu sendiri.
“Jadi kalau ada yang menuduh UKW dilaksanakan oleh Dewan Pers adalah salah. Yang menguji adalah 27 lembaga uji, ada PWI, AJI, IJTI, lembaga pendidikan, lembaga pers dan lainnya, “tuturnya.
Sekretaris PWI Majalengka Asep Trisno menambahkan, ada beberapa kelompok masyarakat yang pernah menggugat Dewan Pers ke Pengadilan Negeri, yang menolak adanya UKW dan keputusan Dewan Pers lainnya. Namun gugatan itu ditolak oleh PN tersebut.
“Gugatan tidak dapat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak tepat. Hakim selain menolak, penggugat diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp. 845.000,00 pada waktu itu kalau tidak salah keputusannya tahun 2019 lalu,”katanya.
(Time)