Surat Cinta Untuk “Pekerja: Pers, Sekali Tinta Menetes, Tak Akan Bisa Dihapus, Meski Dengan Hak Jawab

Surat Cinta untuk "pekerja: Pers, Sekali Tinta Menetes, Tak Akan Bisa Dihapus, Meski Dengan Hak Jawab

SERGAP.CO.ID

“OPINI, || Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang luput dari khilaf. Namun, tinta yang tertoreh haruslah menjadi lentera, bukan bara yang membakar.”

Bacaan Lainnya

Saya berpikir untuk menulis pesan cinta dihari bahagia ini, sebagai pengingat penuh makna untuk para pewarta yang menjaga kebenaran. “Jangan menghukum orang yang belum tentu bersalah. Jangan mengadili dengan tulisan—trial by newspaper. Mengadili itu mudah, terlalu mudah. Dalam hitungan detik, seseorang bisa divonis bersalah, meski kebenaran masih berselimut kabut.”

Peringatan ini ditujukan kepada para insan Pers yang tergabung dalan Forum Jurnalis Lembata, kepada mereka yang telah menjadikan pena sebagai senjata untuk menegakkan keadilan. Kepada Hiro Bokilia, yang menulis dengan kesejukan dan kedamaian. Kepada Anton Mado, si pejuang yang tegas namun penuh keteduhan. Kepada Billi Lagamaking, sang petualang yang selalu menyelami arus informasi dengan keringat dan dahi berkerut. Kepada San Taum, si humanis yang selalu bersyukur, dan kepada Stenly Leuweheq, sang pewaris Hindustan yang tekun menyalakan cahaya di ruang redaksi.

Peringatan ini juga mengalir ke seberang, kepada Sandro Balawangah, pemimpin redaksi yang tak henti gelisah mengawal berita. Kepada Wili Kally, sosok tegap di bawah naungan media yang terus mengawal kebenaran. Juga kepada semua insan pers yang mendulang rezeki dari meja redaksi dan merangkai sejarah dari ujung pena.

Biarkan peringatan ini menjadi surat sakti, menjadi kompas kerja. Hadirlah seperti sungai yang memberi kesegaran,y mengikuti gerak zaman, menyuarakan keadilan dan kebenaran—tempora mutantur et nos mutamur in illis.

Menjaga kebenaran bukanlah perkara mudah. Terlalu sulit, bahkan teramat sulit. Namun, selama petikan dawai Hiro Bokilia masih menggema dari 9 Februari, selama lenggok liuk ikan paus Lamalera masih mengilhami Anton Mado, selama percikan kuning belerang masih menyala di tinta Stenly Leuweheq, selama gemuruh suara nurani masih menggetarkan jiwa San Taum, dan selama rindangnya mahoni Labalekan masih menaungi Billi Lagamaking—Forum Jurnalis Lembata akan tetap tegak menegakkan keadilan, meski langit hendak runtuh.

Saya selalu percaya, Tuhan tak akan membiarkan langit runtuh. Barang siapa lurus dalam langkahnya, Tuhan akan menggendongnya di saat paling sulit. Dan ketika jejak-jejaknya hilang di pasir kehidupan, di sanalah tapak kaki Sang Pencipta yang setia menopang.

Waktu terus mengukir sejarah. Forum Jurnalis Lembata kini memasuki babak penting dalam perjalanan pers di tanah Lembata. Seberapa besar mereka mampu mempengaruhi opini publik, waktu yang akan menguji. Namun satu hal yang pasti: mereka harus menjadi katalisator demokrasi, bukan isolatornya. Mereka harus berani tampil berbeda—setia pada kata per kata atau setia pada makna, karena yang tersurat mungkin memesona, tapi yang tersirat sering kali lebih bermakna.

Dalam setiap baris yang mereka tuliskan, harus ada semangat mencerdaskan, bukan mengadu domba. Harus ada keberanian mendidik, bukan sekadar menuntut atau menghujat. Jurnalisme bukan sekadar soal mengungkap fakta, tetapi juga menjaga nurani. Dan wartawan Forum Jurnalis Lembata harus tetap berada di jalur yang benar—mengikuti etika komunikasi, menolak amplop beracun, dan hanya memberitakan yang baik dan benar.

Karena di dunia pers, sekali tinta menetes, tak akan bisa dihapus sepenuhnya, meski dengan hak jawab. Maka, biarkan Forum Jurnalis Lembata tetap menjadi wajah yang lembut dan sejuk, meski suatu hari kelak dunia bisa saja berubah.

Selamat Hari Pers! Teruslah menulis, teruslah menyalakan cahaya.

Istana Eson Dai
12 Februari 2025

(Sultan Sabatani)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.