Oleh : Dr. Elinda Rizkasari,S.Pd.,M.Pd
SURAKARTA, || Fenomena masalah kasus kekerasan seksual di lingkungan dunia Pendidikan sepertinya semakin mengkawatirkan, hal ini terlihat dari Tingkat prosentasi dimana setiap tahunnya terus meningkat. Melansir dari JPPI Tahun 2024 yang memberikan data bahwa kasus kekerasan seksual dilingkungan sekolah pada tahun 2024 sendiri sudah mencapai pada angka 293 kasus, dimana jenis kekerasan didominasi oleh kekerasan seksual jumlahnya mencapai 42 persen.
Kemudian disusul peringkat dibawahnya dengan kasus perundungan sebesar 31 persen, kekerasan fisik sebesar 10 persen, kekerasan psikis sebesar 11 persen, dan kebijakan yang mengandung kekerasan sebesar 6 persen. Selain itu kekerasan seksual pada Wanita lebih besar dimana prosentase sebesar 78% dan korban laki – laki sebesar 22%.
Tentunya angka tersebut harus menjadi perhatian khayalak ramai dan juga Pemerintahan Pusat. Hal ini dikarenakan setiap tahun prosentase terus meningkat, dimana dalam 5 tahun terakhir tidak terjadi penurunan. Dibandingkan data sebelumnya melansir dari JPPI dimana kasus tahun 2023 terjadi 285 kasus di Sekolahan.
Bahkan dari studi Lapangan yang sudah dilakukan oleh Kajian Penelitian tahun 2024 menunjukkan data bahwa banyak mayoritas anak sekolahan yang mengalami kekerasan seksual tidak berani melaporkan ke pihak sekolah dan berwajib. Alasannya meliputi : Karena takut dan kwatir karena ancaman, Malu karena Aib, Takut dimarahi orang tua, lemahnya perlindungan hukum kepada korban sehingga ditindaklanjuti korban dengan sikap diam terhadap kekerasan dan pelecehan disekolah.
Padahal apabila korban tetap diam dan tidak berani melaporkan, maka akan membuat si pelaku akan semakin berkuasa sehingga akan lebih besar berpotensi akan mengulang perbuatan serupa kembali. Hal ini terjadi karena bahwa Tindakan kriminalitas yang dilakukan tidak berbahaya bagi dirinya.
Sedangkan tempat Pendidikan yang menduduki peringkat tertinggi berdasarkan data dari Komnas Perempuan (2024) adalah di dunia Perguruan tinggi, dilingkungan kampus tingkat kekerasan seksual menempati urutan pertama untuk kekerasan seksual di lingkungan pendidikan dengan 35 kasus pada tahun 2015 hingga 2021.
Dari kasus diatas banyak sekali hambatan yang terjadi ketika terjadi kekerasan seksual dikampus, Hambatan tersebut terjadi salah satunya disebabkan adanya relasi kuasa yang kuat dari para pelaku. Kemudian, di sisi lain masyarakat bahkan lebih memercayai seseorang yang memiliki otoritas keilmuan maupun keagamaan dibandingkan korban.
Belum lagi, ditambah lambatnya respons dari institusi pendidikan dalam menangani kasus- kasus kekerasan seksual lantaran demi menjaga nama baik lembaganya semakin membuat korban tak berdaya. Hambatan-hambatan itu kerap membuat korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tak dipercaya ketika bersuara tentang apa yang dialaminya.
Tentunya menurut saya Solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah dibentuknya Komnas atau Satgas Kekerasan seksual di setiap kampus, yang didalamnya tidak hanya terdiri dari kalangan internalsaja yang meliputi dari BEM Mahasiswa, Dosen, Pejabat Internal, Yayasan kampus tetapi juga dari kalangan eksternal kampus yang meliputi kepolisian dari lingkup Polsek, Koramil setempat, Komnas Perempuan, Komnas HAM dan Pemerintahan Daerah.
Kemudian pentingnya pemberian edukasi tentang Penanganan Pencegahan perilakukan kekerasan seksualitas dilingkungan Sekolah. Dimana mahasiswa dan tenaga pengajar di lingkungan Pendidikan mendapatkan edukasi tentang Pencegahan Perilaku Kekerasan supaya tidak terjadi dan apabila sudah terjadi.
Selain itu, kemudahan pemberian kemudahan akses dalam pelaporan apabila terjadi Tindakan kekerasan seksual, dengan penempelan Bar Qode pengaduan kekerasan seksual yang terdapat disetiap kelas atau dengan aplikasi pelaporan disetiap kampus yang terpusat yang langsung bisa dipantau oleh Satgas kekerasan Seksual kampus serta Rektor dan pemasangan CCTV disetiap fasilitas di lingkungan Pendidikan.
Tentunya yang paling penting adalah dengan pembuatan SOP peraturan dilingkungan kampus, seperti menghindari konsultasi dengan lawan jenis diluar lingkungan kampus seperti dirumah, di Café, Hotel dll. Hal ini tentunya untuk menghindari Tindakan pelecehan yang dilakukan tenaga pengajar kepada mahasiswa, seperti contoh yang terjadi di Indonesia dimana terdapat kasus pelecehan seksual yang dilakukan Dosen kepada mahasiswanya dirumah dosen, di café dan di Hotel yang pernah terjadi di salah satu Perguruan Tinggi di Sumatra.
Di tambah dengan sanksi tegas yang diberikan kepada pelaku kekerasan seksual tanpa pandang bulu akan membuat Tingkat presentase kekerasan seksualitas bisa menurun. Tentunya sanksi tegas tersebut tertera dalam peraturan Undang – undang yang berlaku bagi seluruh kampus yang berada diseluruh di Indonesia dari Sabang hingga Merauke.
Meskipun dengan Penerbitan Permendikbud No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi diharapkan mampu merespons situasi darurat kekerasan seksual yang terjadi di universitas, tetapi peran aktif dari korban dan Satgas Internal Kampus sangat berperan penting dalam penanganan kasus Kekerasan Seksualitas itu sendiri.
Penulis : Dr. Elinda Rizkasari.,S.Pd.,M.Pd
Dosen prodi PGSD Unisri Surakarta