KUPANG, || Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT nomor urut 02, Melki Laka Lena dan Jonni Asadoma, kembali menjadi sorotan tajam di tengah masa kampanye Pilkada 2024. Mereka menuai kritik keras karena kerap menggunakan hasil survei dari lembaga yang tidak tergabung dalam Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI), sehingga memunculkan keraguan terhadap keabsahan data yang mereka gunakan untuk mengklaim elektabilitas tinggi.
Voxpol Center, salah satu lembaga survei yang menjadi acuan pasangan ini, belakangan keluar dari keanggotaan PERSEPI setelah menghadapi tantangan untuk membuka data mentah mereka.
Sebagai organisasi yang menaungi lembaga survei dengan standar ilmiah ketat, PERSEPI mewajibkan anggotanya mematuhi kode etik, termasuk transparansi data survei untuk audit jika ada sengketa. Keputusan Voxpol Center keluar dari PERSEPI memunculkan tudingan adanya upaya menghindari tanggung jawab.
Seorang warga Kota Kupang, Maria menyebut langkah Voxpol Center keluar dari PERSEPI sebagai “alarm merah” bagi pasangan Melki-Jonni. “Jika data yang mereka gunakan kredibel, maka tidak ada alasan untuk tidak membukanya. Tindakan Voxpol keluar dari PERSEPI menunjukkan ada sesuatu yang disembunyikan,” tegasnya.
Maria menambahkan, survei dari lembaga kredibel seperti SMRC dan IndekStat menunjukkan hasil yang berbeda signifikan dibandingkan klaim pasangan nomor 02.
Dalam survei terbaru SMRC Juli 2024, Melki Laka Lena dan Jane Natalia Suryanto memimpin dengan 36,6%. Sebaliknya, pasangan Melki-Jonni yang menggunakan survei dari lembaga non-PERSEPI, seperti Voxpol Center dan Lembaga Penelitian Masyarakat Milenium (LPMM), selalu mengklaim keunggulan mereka tanpa rincian metodologi yang jelas.
Penggunaan lembaga survei non-kredibel dianggap berpotensi menciptakan misinformasi di tengah masyarakat.
“Survei yang tidak transparan seringkali digunakan untuk membentuk opini publik yang menguntungkan pihak tertentu. Ketika datanya diuji, lembaga ini justru memilih keluar dari organisasi kredibel seperti PERSEPI. Ini adalah indikasi kuat adanya manipulasi,” ujar Maria.
Masyarakat dan sejumlah aktivis meminta pasangan calon untuk hanya menggunakan hasil survei dari lembaga yang dapat dipertanggungjawabkan. “Survei harus menjadi cerminan suara rakyat, bukan alat manipulasi. Apalagi survei abal-abalan,” tegasnya.
(Dessy)