Etika Keinsinyuran: Prioritas Utama Bagi Prof. Dr. Ir. Agus Taufik Mulyono

Etika Keinsinyuran: Prioritas Utama bagi Prof. Dr. Ir. Agus Taufik Mulyono
Capttion : Tampak pose bersama PSJK UCB Kupang di Hotel Harper Kupang.

SERGAP.CO.ID

KUPANG, || Pusat Studi Jasa Konstruksi (PSJK) Universitas Citra Bangsa (UCB) Kupang berhasil menggelar Seminar Nasional. Kamis,(25/10/24).

Bacaan Lainnya

Seminar dengan bertajuk “Peran Insinyur dan Pelaku Jasa Konstruksi Dalam Pembangunan Nasional merupakan kegiatan seminar yang menggali tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Undang-Undang Keinsinyuran dan Jasa Konstruksi.

Dalam sebuah seminar baru-baru ini, Prof. Dr. Ir. Agus Taufik Mulyono., ST., MT., IPU., ASEAN Eng. menekankan pentingnya etika dalam dunia keinsinyuran.

Ia menggarisbawahi bahwa prioritas seorang insinyur haruslah pada kepatuhan terhadap etika, bukan hanya pada keahlian teknis semata.

“Orang yang ahli seharusnya juga patuh. Di Indonesia, ada banyak insinyur yang sudah sangat ahli, tetapi tidak sepenuhnya mematuhi standar etika dan aturan yang ada,” ungkapnya. Pernyataan ini menjadi perhatian banyak peserta seminar yang hadir.

Prof. Agus menjelaskan bahwa jika setiap insinyur mematuhi standar etika, kualitas bangunan dan konstruksi akan lebih terjamin. Hal ini penting agar proyek-proyek infrastruktur dapat berfungsi sesuai dengan usia rencana, sehingga mengurangi kerugian negara dan beban rakyat.

Lebih lanjut, ia menggarisbawahi pentingnya infrastruktur yang “humanistis.” Konstruksi harus mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan dan memberikan dampak ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat.

“Jika jalan, kantor, pelabuhan, hingga rumah sakit kita baik, masyarakat akan merasa lebih nyaman, sejahtera, dan aman,” tambahnya.

Salah satu faktor utama yang menjaga kualitas keinsinyuran adalah adanya Sertifikat Kompetensi Keahlian (SKK) dan Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI). Sertifikasi ini bukan sekadar dokumen, melainkan bentuk komitmen untuk menjaga hati dan moralitas para insinyur.

Sayangnya, Prof. Agus mencatat bahwa banyak pekerja di lapangan yang belum memiliki sertifikat kompetensi tersebut. Ia menyerukan kepada pemerintah, terutama Kementerian Pekerjaan Umum (PU), untuk melakukan surveilans rutin pada proyek-proyek yang didanai pemerintah.

“Data menunjukkan bahwa hampir 94 persen pekerja lapangan tidak memiliki sertifikat. Hal ini berpotensi menyebabkan kegagalan bangunan dan merugikan masyarakat,” katanya, menunjukkan urgensi masalah ini.

Persatuan Insinyur Indonesia (PII) juga berperan penting dalam memastikan standar keinsinyuran terpenuhi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014, PII memiliki wewenang untuk mengawasi para insinyur di Indonesia. Masyarakat diimbau untuk memahami bahwa PII adalah lembaga yang diberi mandat langsung oleh undang-undang.

Dengan seminar ini, diharapkan masyarakat semakin menyadari pentingnya etika profesi dalam keinsinyuran. Penerapan etika yang baik tidak hanya akan meningkatkan kualitas konstruksi tetapi juga memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat luas. Prof. Agus berharap, dengan komitmen bersama, masa depan keinsinyuran di Indonesia akan lebih baik dan berkelanjutan.

(Dessy)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.