KAB. PESSEL, || Suhandri, mantan Kepala BPKAD Pesisir Selatan, akhirnya angkat bicara terkait tudingan bahwa dirinya telah menghujat Bupati Rusma Yul Anwar.
Dalam klarifikasinya, Suhandri menegaskan, yang dia kritik bukanlah pribadi Rusma Yul Anwar, melainkan perilaku dan etika sebagai seorang kepala daerah serta mantan pendidik.
“Menanggapi tudingan bahwa saya menghujat Rusma Yul Anwar, saya perlu tegaskan bahwa bukan orangnya yang saya hujat. Yang saya kritik adalah etika seorang kepala daerah dan mantan guru yang menyampaikan kata-kata kurang pantas di hadapan umum,” kata Suhandri dalam keterangan tertulisnya, Ahad (8/9/2024).
Menurut Suhandri, perkataan Rusma Yul Anwar yang menyebut seseorang sebagai “paja” di depan umum dianggap kurang etis, terutama jika dilihat dari statusnya sebagai kepala daerah yang juga pernah menjadi seorang guru.
Orang yang disebut “paja” oleh Rusma Yul Anwar, menurut Suhandri, adalah seseorang yang telah banyak berkontribusi bagi pembangunan Pesisir Selatan, termasuk proyek-proyek besar seperti pembangunan daerah Mandeh, Masjid Terapung, PCC, kantor pendidikan, kantor-kantor pemerintah, pasar, kawasan taman kota, serta puskesmas yang telah memberikan manfaat besar bagi masyarakat.
“Orang yang disebut ‘paja’ itu telah melakukan banyak hal. Dia membangun Masjid Terapung, kantor pelayanan di Tapan, RSUD, dan berbagai infrastruktur penting lainnya. Rusma Yul Anwar seharusnya bisa menghargai apa yang sudah dilakukan, bukan malah merendahkan,” tegas Suhandri.
Selain itu, Suhandri juga menyoroti pelayanan publik yang lebih mudah diakses oleh masyarakat berkat kebijakan orang yang disebut “paja” itu, seperti mendekatkan layanan KTP dan urusan kependudukan agar warga tidak perlu jauh-jauh mengurus administrasi.
Suhandri beranggapan, kritik Rusma Yul Anwar terkait pembangunan “saku-saku yang bertambah” justru menampar diri Rusma Yul Anwar sendiri. “Rusma Yul Anwar telah menepuk air di dulang, justru dia sendiri yang kotor,” katanya.
Kezaliman yang Dirasakan Suhandri
Suhandri juga mengungkapkan, ia menjadi korban ketidakadilan selama kepemimpinan Rusma Yul Anwar.
Salah satu momen yang dia sebut sebagai “kezaliman” adalah saat dirinya dipermasalahkan terkait surat yang dikirimkan kepada Dirjen Pembinaan Keuangan Daerah mengenai status kepala daerah terpidana.
Suhandri mengklaim, ia hanya menjalankan tugas sesuai aturan, yakni kepala daerah yang berstatus terpidana tidak boleh menerima hak-hak keuangannya sebelum ada dua SK: SK Pelantikan dan SK Pemberhentian.
Namun, alih-alih mendapatkan perlindungan hukum, Suhandri justru diadukan ke Tipikor Polres dengan tuduhan korupsi dana COVID-19.
“Alhamdulillah, karena saya tidak melakukan kesalahan, maka pemeriksaan dihentikan,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Suhandri juga mengalami penonaktifan sebagai Kepala BPKAD secara tiba-tiba oleh Inspektorat Daerah, yang mengambil semua fasilitasnya tanpa ada pemeriksaan lebih lanjut ke Aparat Penegak Hukum (APH).
“Menurut aturan kepegawaian, seorang pejabat hanya dapat dinonaktifkan jika terbukti bersalah dan ada pemeriksaan lebih lanjut ke APH. Ini jelas tidak sesuai aturan,” kata Suhandri.
Setelah menjalani berbagai pemeriksaan, termasuk oleh Inspektorat Daerah, Suhandri menyatakan bahwa tidak ada satu pun temuan yang dapat menjeratnya dalam kasus belanja daerah.
Namun, ia masih dihadapkan pada tuduhan mencairkan bunga deposito daerah yang belum jatuh tempo, yang dianggap merugikan pendapatan daerah. Suhandri menolak tuduhan ini dan meminta pemeriksa berkonsultasi dengan BPKP.
Puncak Kezaliman
Pada 16 Agustus 2021, Suhandri akhirnya dijatuhi hukuman disiplin berat tanpa adanya pemeriksaan lebih lanjut.
Menurutnya, keputusan ini sangat tidak adil dan mengabaikan prosedur yang seharusnya dijalankan.
Suhandri mengungkapkan, ia bahkan pernah secara langsung menemui Rusma Yul Anwar untuk menyampaikan rasa terima kasih atas SK pemberhentian dan SK hukuman disiplin yang diterimanya. Namun, ia juga menyatakan dengan tegas bahwa tindakan Rusma Yul Anwar merupakan kezaliman terhadap dirinya dan keluarganya.
“Saya katakan kepada Rusma Yul Anwar, bapak zalim terhadap saya dan keluarga saya,” ungkap Suhandri.
Pada akhirnya, Suhandri menyatakan, ia dan Rusma Yul Anwar pernah melakukan barter: semua tuduhan terhadap dirinya dicabut dengan syarat ia tidak akan menuntut kepala daerah.
Namun kini, Suhandri menegaskan, tidak ada lagi hubungan pribadi dengan Rusma Yul Anwar, meskipun kezaliman yang ia rasakan tak akan pernah terlupakan.
“Saya tidak menghujat pribadi Rusma Yul Anwar, saya menghujat bupati yang tidak punya etika dan yang zalim. Seorang kepala daerah itu harus jujur, beretika, dan punya integritas. Kepala daerah yang tidak memenuhi kriteria ini tidak pantas menjabat,” pungkas Suhandri.
(WH).