Seksualitas Dalam Gereja Katolik: Anugerah Tuhan atau Dosa, Feliks Fenantius Sola Mahasiswa Fakultas Filsafat Univeristas Widya Mandira Kupang

SERGAP.CO.ID

OPINI, || Sadar atau pun tidak, bahwasanya saat ini banyak kampanye-kampanye sesat mengenai seks. Seks sedang di bumikan dengan begitu banyaknya jargon-jargon, antara lain, save seks, sex is your choice (seks adalah pilihan anda). Fenomena ini sangat mengkhawatirkan karena sedemikian gencarnya di propagandakan, sehingga pacaran dan berujung seks merupakan bagian dari dunia remaja yang tidak boleh dibatasi atau bahkan dilarang.

Bacaan Lainnya

Kampanye “katakan tidak pada sex” hanya semacam peribahasa “anjing menggonggong kapilah berlalu” artinya tidak pada keputusan yang final. Karena kalau kita memaksa, kita akan menjadi orang asing, kudet (kurang update) di komunitas yang menamakan dirinya “Modern”. Tatkala sebagian remaja kita menamakan dirinya “Modern” dengan basic choice-nya adalah mengagung-agungkan seks sebagai tujuan hidup mereka, itu justeru memunculkan distorsi perilaku dan pelanggaran moral yang dialami remaja. Gambaran remaja yang kontra moralitas ini kerap ditemui dan bahkan menjadi sangat wajar dalam masyarakat yang sedang mengalami Brain Fog (kesulitan berpikir).

Saat ini pandangan masyarakat tentang seksualitas sangat beragam. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya masyarakat zaman victoria, mencari cinta tanpa harus terlibat dengan seks. Sementara masyarakat zaman modern mencari seks tanpa terlibat dengan perasaan cinta. Berawal dari pandangan masyarakat puritan yang menganggap seks sebagai sarana kejahatan bagi prokreasi, kita beralih pada pandangan populer yang menganggap seks sebagai sarana rekreasi.

Tentunya kedua pandangan diatas sangat salah, dan bertentangan dengan eksistensi seksualitas itu sendiri. Pandangan yang sangat esktrim dan tidak menunjukan fungsi seks yang dikehendaki Tuhan. Bagi mereka yang menikah term ini bisa bernuansa negatif, karena merasa bersalah saat berhubungan seks. Sementara pandangan yang bebas tentang term ini justeru akan membuat manusia menjadi seperti robot yang melihat seks dalam arti sempit dan hanya berfungsi untuk kepuasan semata.

Menanggapi fenomena di atas eksistensi agama-agama menjadi sangat urgen.Tentu saja kehadiran agama-agama ini dapat menjadi ujung tombak yang mampu memberantas atau mengurangi pikiran-pikiran sesat remaja zaman “Now” yang masih terus bereforia dalam hingar-bingar kehidupan mereka. Gereja katolik, umumnya merefleksikan tentang seksualitas sebagai sebuah anugerah yang Tuhan berikan kepada setiap pribadi manusia.

Mencari Etika Seksual Yang Baru

Pada umumnya orang katolik, orang kristen atau pun orang beragama diharuskan untuk hidup secara etis, yakni hidup sesuai dengan tatanan moral yang berlaku dalam masyarakat. Orang kristen harus punya pemahaman yang baik akan eksistensi agamanya, harus mendapat pencerahan tentang bagaimana hidup secara etis menurut kepercayaannya. Oleh karena itu, mari kita meninjau etika seksual yang baru dengan menggunakan fakta fundamental melalui ajaran Kitab Suci.

Dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Perlu diketahui bahwasanya praktik atau pandangan akan seksualitas yang ada dalam perjanjian lama maupun perjanjian baru tidaklah sentral. Yang dalam perjanjian lama di kutuk dan di hukum, hanyalah praktik perselingkuhan, homoseks, dan bestialitas (hubungan seks dengan binatang). Dalam perjanjian baru, Yesus secara jelas menegaskan bahwasanya, orang berdosa itu bukan hanya kalau dia selingkuh, tetapi ketika dia memandang perempuan dengan penuh nafsu, dia masuk dalam kategori selingkuh (Mat. 5:28). Paulus yang dengan keras mengutuk seks bebas dan pedofilia (1Kor.6:9) serta menganggap seks antar jenis sebagai sesuatu yang kotor (Roma.1:24-27). Yesus dalam perjanjian baru, sama sekali tidak memberikan fokus istimewa yang menempatkan seksualitas sebagai dosa.

Bagi Yesus hanya ada dua dosa, yang menyebabkan manusia sulit masuk surga, yakni kekerasan hati dalam Mat.18:21-35 dan menganggap diri lebih baik dari orang lain Luk.18.9-14. Tak ada nasehat yang begitu dalam dan banyak mengenai seksualitas, karena Yesus tahu bahwasanya seksualitas adalah Anugerah Allah.

Seksualitas Dalam Pandangan Konsili Vatikan II

Sejak Konsili Vatikan II (1962-1965). Etika seksual Gereja melepaskan banyak pandangan tradisional. Pandangan keunggulan laki-laki terhadap perempuan, anggapan akan nikmat dan nafsu seksual adalah dosa, begitu pula kaitan nafsu seksual dengan dosa asal. Paham kuno yang mengatakan bahwa dalam sperma terdapat jutaan manusia-manusia baru sudah digugurkan. Gereja tidak lagi mengajarkan bahwasanya tujuan yang hendak dicapai dari hubungan seksual adalah mendapatkan keturunan.

Gereja memahami hakekat dari hubungan seksual merupakan ungkapan menyeluruh dan mendalam cinta pribadi antara dua orang, yakni laki-laki dan perempuan, atau demi kebahagiaan suami istri. Tetapi disisi lain Gereja tetap menuntut bahwasanya hubungan seksual harus terbuka untuk mendapatkan keturunan. Ada beberapa prinsip dasar yang bisa membantu dalam memahami arti penting seksualitas dalam pandangan gereja katolik.

Seksualitas Adalah Anugerah Tuhan Dan Posisinya Sangat Baik

Mari kita  mulai dari awal, dalam kitab kejadian “ maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar dan Rupa Allah”. Pada penciptaan-penciptaan sebelumnya , ketika Allah selesai menciptakan sesuatu, Ia melihat semuanya itu baik. Sedangkan ketika Allah selesai menciptakan laki-laki dan perempuan, Allah sendiri mengatakan bahwa semuanya itu, sungguh amat baik. Secara Ilahi, seksualitas manusia itu “sungguh amat baik” menunjukan perbedaan seksual pria dan wanita sebagai bagian dari kebaikan dan kesempurnaan dari ciptaan Tuhan yang pertama.

Paus Yohanes Paulus II, mengemukakan secara revolusioner gagasan mengenai Teologi Tubuh. Dia mengingatkan agar manusia tidak tergiring dalam kondisi zaman yang cenderung menjadikan tubuh dan seksualitas sebagai sarana menikmati kebebasan. Kunci dari ajakan paus mengenai teologi tubuh adalah mencintai tubuh. Semangat ini digunakan paus untuk melawan semangat dunia yang memandang tubuh sebagai obyek. Paus mengajak kita semua untuk menyadari kembali gagasan awal penciptaan manusia. Pada dasarnya Penciptaan manusia merupakan bagian dari karya Agung Allah. Tubuh dan seksualitas adalah sesuatu yang baik adanya Kej.2:27. Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara, mencintai dan mengembangkannya demi suatu nilai Ilahi yang menjadi tujuan akhir hidup. Paus menekankan agar manusia mensyukuri tubuh dan seksualitasnya sebagai anugerah Allah. Bagi paus seksualitas harus dipandang sebagai sesuatu yang kudus yang melekat dalam diri manusia yang bertubuh. Dengan seksualitas, manusia selalu memiliki keterarahan kepada sesamanya. Keterarahan ini perlu diwujudkan dalam bentuk mencintai, sebagai pengungkapan diri manusia.

Melalui seksualitasnya, manusia dipanggil untuk saling memberi dan menerima secara tulus. Inilah hakekat cinta! Dan lawan dari cinta adalah menjadikan manusia lain sebagai obyek pemuasan hasrat seksualnya. Tuhan menciptakan hasrat seksual agar manusia mencintai sesamanya. Dengan demikian seksualitas bukan hanya dilihat sebagai nafsu belaka. Seksualitas justeru membuat manusia semakin mencintai sesamanya atau memanusiakan manusia yang lain. Adanya seksualitas justeru membuat manusia semakin memahami sesamanya sehingga ia sendiri mampu melihat orang lain sebagai subyek yang harus dihormati. Jika demikian kegiatan seksual dan seksualitas adalah kekuatan untuk mencintai.

Ungkapan cinta akan meraih kepenuhannya jika manusia mempunyai konsep yang benar tentang kegiatan seksual dan seksualitas.

(**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.