KAB. MAJALENGKA, || Berdasarkan keterangan seorang wali siswa yang tidak ingin disebutkan namanya, dirinya mengaku merasa terbebani dengan kebijakan pihak sekolah MA Al Ma’sum, Desa Malausma, Kecamatan Malausma, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Menurut wali siswa tersebut, dirinya diundang untuk menghadiri rapat yang membahas kegiatan studi tour ke Pantai Wisata Pangandaran. Dalam rapat tersebut, diketahui bahwa biaya yang dikenakan kepada siswa yang ikut maupun yang tidak ikut adalah sama, yakni sebesar Rp 400.000. “Saya sudah menyampaikan bahwa anak saya tidak akan ikut karena alasan kondisi keuangan. Saya seorang diri, hidup tanpa suami, dan sehari-hari berdagang kecil-kecilan untuk menghidupi keluarga. Saya merasa terbebani, apalagi dengan biaya yang harus dibayar meskipun anak saya tidak ikut,” keluhnya.
Untuk klarifikasi lebih lanjut, awak media mencoba mendatangi pihak sekolah. Namun, Kepala Sekolah Hj. Iis tidak ada di tempat, begitu juga dengan Wakil Kepala Sekolah Humas dan Wakil Kepala Sekolah Kesiswaan. Yang ada hanya Wakil Kepala Sekolah Kurikulum dan guru pengajar, Pepen, yang menjelaskan bahwa program studi tour adalah kegiatan tahunan yang tidak diwajibkan. “Benar, program studi tour ini adalah program tahunan yang kami adakan, namun tidak diwajibkan. Mengenai kesepakatan biaya, ada, namun saya tidak tahu di mana dokumennya sekarang. Yang ada hanya dokumentasi dan daftar hadir orang tua siswa,” jelasnya.
Pepen juga menambahkan bahwa bagi siswa yang tidak ikut, tetap dikenakan biaya setengahnya. “Kami menyiapkan empat bus, tiga untuk siswa dan satu untuk para guru yang ikut mengawal,” ujar Pepen.
Selain itu, dikabarkan bahwa ada 17 siswa yang dipanggil oleh pihak sekolah karena tidak mengikuti kegiatan studi tour tersebut.
Media juga mencoba mengonfirmasi Kepala Desa Malausma, Ading, yang disebut-sebut sebagai Dewan Pengawas/Komite Sekolah. Namun, dirinya mengungkapkan bahwa ia tidak mengetahui detail tentang program studi tour tersebut. “Coba tanya ke sekolah saja. Saya tahu itu adalah program tahunan dan pembayaran dilakukan secara cicilan,” jawabnya melalui telepon seluler dengan bahasa daerah.
Sementara itu, Kepala Sekolah Hj. Iis menegaskan bahwa kegiatan studi tour ini sudah disepakati oleh semua pihak, termasuk wali siswa.
Halim Saepudin, Ketua DPP FORWAPI (Forum Wartawan Priangan Jawa Barat), sebagai pemerhati dunia pendidikan, mengungkapkan keprihatinannya terkait polemik ini. “Sangat miris bahwa program studi tour yang seharusnya tidak diwajibkan justru menjadi beban bagi orang tua, terutama yang memiliki kondisi ekonomi yang terbatas. Hal ini terkesan memaksa orang tua untuk ikut serta dalam kegiatan ini. Kami berharap Kementerian Agama dan Kanwil Provinsi Jawa Barat dapat melakukan pengawasan yang lebih maksimal terhadap kegiatan semacam ini,” harapnya.
(M Ali)