Revisi UU Kejaksaan: Ancaman terhadap Demokrasi Hukum atau Penguatan Penegakan Hukum?

Revisi UU Kejaksaan: Ancaman terhadap Demokrasi Hukum atau Penguatan Penegakan Hukum?

SERGAP.CO.ID

KAB. OKI, || Revisi Undang-Undang Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021, yang saat ini tengah dibahas DPR RI, memicu perdebatan sengit. Para kritikus, seperti Yadi Hendri Supriyadi, S.H. dari Kantor Hukum Firma Kajang Solution Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), menganggap revisi ini berpotensi mengancam prinsip demokrasi hukum dan keadilan. Namun, pendukung revisi mungkin berargumen bahwa perubahan ini diperlukan untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum.

Bacaan Lainnya

Yadi Hendri Supriyadi, dalam pernyataan resminya pada Sabtu (8/2/2025), mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait asas dominus litis dalam revisi tersebut. Ia berpendapat bahwa pemberian kewenangan yang demikian luas kepada Kejaksaan tanpa mekanisme pengawasan yang kuat berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik atau kelompok tertentu. “Asas dominus litis bukan sekadar soal efektivitas,” tegas Yadi, “tetapi berpotensi menjadi alat kontrol penuh atas jalannya perkara, mengancam prinsip checks and balances dalam sistem peradilan pidana.”

Kekhawatiran Yadi bukan tanpa dasar. Ia menunjuk pada sejarah panjang praktik hukum yang kerap kali dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Revisi UU Kejaksaan, menurutnya, bukan solusi untuk memperbaiki sistem peradilan, melainkan justru memperbesar potensi penyalahgunaan kekuasaan. “Jika jaksa dapat menentukan sendiri kelanjutan atau penghentian suatu perkara,” lanjut Yadi, “maka peran kepolisian dan peradilan menjadi terpinggirkan. Ini bukan reformasi, melainkan monopoli kekuasaan.”

Lebih lanjut, Yadi memprediksi bahwa revisi ini akan memicu ketidakpercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum. Ia memperingatkan potensi gelombang protes besar-besaran jika revisi ini tetap disahkan tanpa mekanisme kontrol yang jelas dan transparan. Seruannya kepada DPR RI untuk mendengarkan aspirasi publik sebelum pengesahan revisi ini pun terdengar lantang. Ia menekankan pentingnya menjaga independensi sistem peradilan pidana dan mencegah revisi ini menjadi alat pelanggengan kekuasaan.

Perdebatan seputar revisi UU Kejaksaan ini menuntut analisis yang lebih mendalam dan komprehensif. Perlu dikaji secara kritis apakah revisi ini benar-benar meningkatkan efektivitas penegakan hukum, atau justru membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan dan melemahkan prinsip-prinsip demokrasi hukum. Suara-suara kritis seperti Yadi Hendri Supriyadi perlu didengar dan dipertimbangkan secara serius oleh pembuat kebijakan. Transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi menjadi kunci untuk memastikan revisi ini sejalan dengan cita-cita keadilan dan penegakan hukum yang berkeadilan. Ke depan, perlu kajian akademis yang lebih luas untuk menganalisis dampak jangka panjang revisi ini terhadap sistem peradilan di Indonesia.

(Tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.