KENDARI, SULAWESI TENGGARA, || Insiden yang melibatkan seorang pedagang kerupuk, Dodi, dan sejumlah oknum anggota Satpol PP Kota Kendari pada Rabu, 5 Februari 2025, telah memicu perdebatan publik yang lebih luas mengenai penegakan hukum dan perlindungan warga negara. Sebuah video berdurasi 54 detik yang beredar di media sosial, menampilkan adegan yang menunjukkan dugaan penganiayaan terhadap Dodi, telah mendorong investigasi dan tuntutan transparansi dari berbagai pihak.
![Insiden Kekerasan Satpol PP dan Pedagang Kerupuk](https://sergap.co.id/wp-content/uploads/2025/02/WhatsApp-Image-2025-02-08-at-20.52.55.jpeg)
Laporan polisi yang diajukan kuasa hukum Dodi, Laode Sardin, ke Polresta Kendari-berdasarkan Pasal 351 (penganiayaan) dan Pasal 170 ayat (1) KUHP (pengeroyokan)-menandai babak awal dalam proses hukum yang kompleks. Sardin, dalam pernyataannya, menekankan perlunya pengungkapan fakta secara menyeluruh dan pertanggungjawaban hukum yang adil bagi para pelaku. Namun, pernyataan tersebut tidak secara eksplisit menuding pihak tertentu, melainkan fokus pada tuntutan keadilan dan proses hukum yang transparan.
Di sisi lain, Plt. Kasat Pol PP Kota Kendari, Muhammad Ewa, dalam keterangannya kepada media, menyatakan komitmen untuk melakukan investigasi internal secara menyeluruh. Ewa menjelaskan bahwa pihaknya tengah menyelidiki kronologi kejadian dan memastikan seluruh tindakan petugas sesuai dengan prosedur operasional standar (SOP). Ia juga menyinggung dugaan pelanggaran perda oleh Dodi sebagai konteks awal insiden tersebut, namun dengan tegas menekankan bahwa Satpol PP tidak menoleransi tindakan kekerasan yang tidak proporsional.
Pernyataan dari kedua belah pihak ini membuka ruang interpretasi yang beragam, menunjukkan kompleksitas kasus ini yang melampaui insiden tunggal. Peristiwa ini bukan hanya tentang kekerasan fisik, tetapi juga mengungkap celah sistemik dalam mekanisme penanganan konflik dan penegakan hukum, khususnya dalam konteks interaksi antara aparat penegak perda dan warga negara, terutama kelompok rentan seperti UMKM.
Penyelidikan yang sedang dilakukan Polresta Kendari menjadi krusial untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan akuntabilitas. Transparansi dalam proses penyelidikan ini diharapkan dapat mencegah interpretasi sepihak dan memperkuat kepercayaan publik pada sistem peradilan. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya reformasi sistemik dalam penegakan hukum, dengan penekanan pada pelatihan, pengawasan, dan penegakan kode etik bagi aparat, serta mekanisme pengaduan yang efektif dan responsif bagi masyarakat. Hasil penyelidikan dan proses hukum selanjutnya akan menentukan arah reformasi tersebut dan menjadi tolok ukur keadilan bagi semua pihak.
(Wan)