Bukan Priuk Tanah yang Menjawab Aspirasi Masyarakat SBD, Melainkan Refleksi Pemerintah

SERGAP.CO.ID

SUMBA BARAT DAYA, || Pembangunan Patung Tiga Tungku di depan Alun-alun Kota Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) membawa perubahan dan harapan baru bagi masyarakat SBD mana kala berdiri patung dengan tiga tungku serta priuk tanah dengan filosofinya masing-masing.

Bacaan Lainnya

Patung tersebut dibuat bukan semata-mata sebagai karya seni biasa ataupun sebagai benda penghias Ibu kota melainkan memiliki filosofi mendalam dari setiap median yang tergambar didalamnya, diantaranya, priuk tanah difilosofikan sebagai penampung aspirasi masyarakat SBD, sedangkan ketiga patung manusia yang berdiri tegak melambangkan persatuan tiga suku besar di SBD, dan median-median lainya menunjukan kekhasan budaya pasola oleh masyarakat SBD.

Kehadiran patung tiga tungku di kabupaten SBD diharapkan membawa perubahan baru bagi masyarakatnya seperti simbol priuk tanah yang sudah difilosofikan sebagai penampung aspirasi masyarakat SBD, yang mungkin bertolak dari latar belangkang bahwa tahun-tahun sebelumnya aspirasi masyarakat SBD tidak tertampung.

Patung tiga tungku melambangkan adanya pergerakan dan perubahan baru bagi kabupaten SBD, dimana sejak terpisa dari kabupaten Sumba Barat dan berdiri menjadi kabupaten tersendiri pada, 22 Mei 2007 hingga kini 2024 baru mulai terlihat mama kotanya walau diperkirakan akan menelan anggaran Rp.4 miliar namun tak kunjung rampung.

Saat saya dengan teman-teman lain mengunjungi dinas PUPR pada, 10 Juli 2024 semenjak akan mau dibangun proyek patung tiga tungku di depan Alun-alun  kota Tambolaka, kadis PUPR menyampaikan filosofi priuk tanah adalah sebagai wadah penampung aspirasi masyarakat SBD. Patut diapresiasi antusiasme pemerintah dalam memperhatikan aspirasi masyarakat   hingga berinisiasi ditampung dalam priuk tanah yang tersusun rapi diatas tungku, namun setelah itu mau diapakan?

Saya menilai langkah tersebut adalah suatu perwujudan yang sia-sia, kenapa? Karena aspirasi-aspirasi sebelumnya yang sudah disampikan lewat audiensi ataupun demontrasi mahasiswa tidak mendapatkan realisasi baik sampai saat ini. Kemudian, lembaga legislatif sebagai wadah demokrasi langsung dari masyarakat yang berfungsi sebagai penyambung lida masyarakat hingga kini belum mengenal kebutuhan mendasar masyarakat SBD, apalagi situasi-situasi sosial yang seharusnya ditangani secara cepat.

Begitu banyak persoalan yang perlu di selesaikan di kabupaten SBD, baik itu korupsi di dunia pendidikan, upah pekerja buruh yang tidak sesuai UMP, stunting, kekeringan, human trafiking, perantau intelektual, darurat ekologis dan masih banyak. Persoalan ini meresahkan masyarakat kabupaten SBD. Lebih dari itu, maraknya virus babi yang menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat SBD. Sejauh ini tidak ada solusi yang solutif dari pihak pemerintah, namun beropini ingin menampung aspirasi masyarakat SBD di dalam priuk tanah. Hal tersebut merupakan upaya yang sia-sia, bahkan bukan sebuah solusi.

Menanggapi aspirasi atau kebutuhan masyarakat SBD bukan dengan cara pembuatan priuk tanah, melainkan refleksi diri bagi pemerintah kabupaten SBD sudah sejauh mana kegagalan dan keberhasilan dalam melayani masyarakat SBD dalam periode-periode sebelumnya guna dijadikan sebagai dasar pijakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat SBD.

Harapan-harapan masyarakat digantung, lebih mengerihkan masyarakat SBD diperbudak di tanah kelahiran sendiri dengan pemberian upa kepada pekerja buruh tidak sesuai UMP yang berlaku, bahkan upa mereka dikorupsi oleh oknum tertentu yang kehilangan moralitas, namun polemik ini dibiarkan seperti tidak berarti dalam kehidupan masyarakat SBD.

Kemudian darurat ekologis menjadi akar masalah di kebupaten ini, bagaimana tidak, kerusakan ekologis menjadikan masyarakat SBD kehilangan harapan sebab penghasilan masyarakat SBD umumnya bersumber dari kebun. Jika kerusakan ini tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah maka masalah yang terjadi di SBD tidak teratasi.

Keseimbangan ekologis sangat dibutuhkan dalam budidaya tanaman oleh petani, ekologis adalah unsur paling penting, terjaganya iklim ditentukan oleh keseimbangan ekologis. Jika ekologisnya seimbang maka curah hujan semakin membaik, hal tersebut mendukung penghasilan petani dari kebun sehingga dapat meminimalisir kemiskinan, stunting, human trafiking, perantau intelektual dan sebagainya di kabupaten ini.

Menjawab persoalan-persoalan yang memburuk di kabupaten SBD, pemerintah perlu mengambil langka kongkrit dengan penegakan hukum tanpa memandang bulu. Selain itu, diperlukan kolaborasi baik antara masyarakat dengan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan demi menyongsong Indonesia emas 2045 dengan melibatkan mahasiswa-mahasiswi dalam rencana pembangunan.”sebut
Dominggus Ghoghi, Gerakan Kemasyarakatan (Germas) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Tambolaka St. Agustinus

(Ss)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.