Oleh : Prima Trisna Aji
OPINI, || Dengan lolosnya Timnas Indonesia pada babak Ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia
2026 membuat euphoria penggemar Sepak Bola di negara Indonesia memasuki fase puncak
mimpi. Bagaimana tidak? Selama Timnas Indonesia berkiprah di ajang Kualifikasi Piala Dunia,
Timnas Indonesia hanya sebagai pemanis kualifikasi Piala Dunia tersebut serta jarang
berbuat banyak. Apalagi bisa lolos? Bisa seri pun sudah sangat bagus.
Bahkan dalam ajang 4 tahunan tersebut Timnas Indonesia tidak pernah sekalipun lolos ke
babak Ronde ketiga babak Kualifikasi Piala Dunia.
Selama era tahun 1990 – 2000 an, target lolos Piala Dunia bagi Timnas Indonesia hanyalah
sebatas mimpi belaka. Apalagi lolos Piala Dunia, bisa lolos Piala Asia saja timnas Indonesia
harus ngos – ngosan. Masa era kegelapan Timnas Indonesia memuncak setelah terjadi aksi
dualisme kepengurusan antara PSSI La Nyala Matalliti dan Johar Arifin.
Bahkan akibat imbas keegoisan pengurus PSSI pada masa itu, peringkat Timnas Indonesia
harus melorot hampir mendekati peringkat 200. Ditambah Timnas Indonesia harus menjadi
bulan – bulanan Timnas Bahrain dilibas dengan skor 10 – 0.
Kini dengan lolosnya Timnas Indonesia dibabak ketiga Kualifikasi Piala Dunia ini membuat
euphoria penggemar Timnas Indonesia menjadi lebih optimis. Hal ini bertambah dengan
kemenangan Timnas Indonesia atas Timnas Arab Saudi di Stadion GBK Jakarta. Dimana
selama Sejarah selama Indonesia berdiri, Timnas Indonesia tidak pernah bisa sekalipun bisa
mengalahkan Timnas Arab Saudi yang berpedikat sebagai langganan Piala Dunia tersebut.
Karena euphoria yang sangat tinggi, maka banyak penggemar Timnas Indonesia yang
menganggap Piala AFF ASEAN Cup sebagai Piala Chiki adalah hanya sekedar Piala mainan.
Hal ini didukung sering gagalnya Timnas Indonesia menjuarai Piala AFF tersebut karena
factor non tekhnis.
Faktor non tekhnis kegagalan Timnas Indonesia antara lain karena factor kecurangan wasit,
tingginya angka pengaturan skor dari mafia hingga kekerasan pertandingan dalam piala AFF
ASEAN Cup. Bahkan Timnas Indonesia termasuk dalam tim yang memiliki julukan spesialis
Runer Up pada kompetisi tersebut.
Persepsi anggapan Piala AFF ASEAN Cup sebagai Piala Chiki, didukung dengan kebijakan
Ketua PSSI Erick Thohir yang menganggap Piala AFF ASEAN Cup bukanlah prioritas. Bahkan
Erick Thohir menyampaikan dalam konfrensi persnya bahwa Timnas Indonesia akan
berfokus dalam ajang Ronde 3 Piala Dunia 2024 daripada focus di Piala AFF ASEAN Cup 2024. Erick Thohir kala itu sepakat dengan Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae Yong untuk menurunkan timnas U-22.
Alasan penurunan tim tersebut karena untuk mempersiapkan timnas pada ajang Sea Games
dan Piala Asia U-23. Erick Thohir menyampaikan bahwa tidak ada target yang spesifik untuk
Timnas Indonesia di Piala AFF ASEAN Cup 2024.
Kala itu public penggemar sepak bola Indonesia merasa pesimis dengan skuat yang ada, hal
ini dikarenakan tidak dipanggilnya pemain andalan seperti : Ramadhan Sananta, Elkan
Baggot serta mantan Pemain Timnas U-23 yang sudah membawa Timnas Indonesia sampai
di Semi Final Piala Asia U-23.
Hasil minor yang didapatkan kala Timnas Indonesia bermain seri melawann Timnas Laos
dengan skor 3 – 3 di Stadion Manahan Solo membuat kala itu Ketua PSSI Erick Thohir serta
Arya Sinulingga yang merupakan salah satu anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI murka.
Beliau menyampaikan dalam konfrensi Pers bahwa mereka kecewa karena dalam Sejarah
Timnas Indonesia selalu menang dengan Timnas Laos yang memiliki peringkat dibawah
Timnas Indonesia yang bertaut 60 peringkat.
Dalam wawancaranya secara eksklusif kepada media, Arya Sinulingga mengkritik dengan
keras kepada Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae Yong tentang eksperimennya yang
membuat tim tidak padu. Dari pertandingan kualifikasi Piala Dunia melawan Timnas China
hingga melawan Timnas Laos. Arya beranggapan bahwa STY tidak konsisten dan membuat
timnas mengalami hasil minor.
Karena hasil imbang melawan Timnas Laos, Ketua PSSI Erick Thohir menargetkan wajib
menang melawan Timnas Filiphina di Stadion Manahan Solo dan wajib lolos ke babak Semi
final Piala AFF tahun 2024 saat ini.
Menanggapi hal tersebut, saya beranggapan bahwa seharusnya PSSI tidak membuat
kebijakan yang inkonsisten, hal ini terlihat setelah hasil imbang melawan Timnas Laos.
Karena dari awal sebelum kompetisi Piala AFF tahun 2024 digelar, PSSI sudah
menyampaikan tidak mematok target apapun pada ajang Piala AFF tersebut.
Menurut saya, komentar yang disampaikan kepada public dari PSSI kepada STY ke media
akan membuat hubungan antara pengurus dan pelatih menjadi tidak baik. Karena saat ini
Timnas Indonesia baru menjalani pertandingan Piala AFF yang sedang berjalan. Hal ini akan
membuat ruang ganti Timnas Indonesia menjadi memanas serta tidak kondusifnya tim.
Perubahan target PSSI di Piala AFF ASEAN Cup juga sangat mendadak dan tidak konsisten,
karena hal ini akan terlihat bahwa PSSI takut desakan public serta ingin menjaga nama baik.
Alangkah baiknya apabila mengevaluasi kinerja STY setelah babak Kualifikasi Ronde 3 Piala
Dunia 2026 telah usai. Hal ini dikarenakan sangat riskan, apabila mengganti Pelatih ditengah
tournament.
Bagi saya Piala AFF ASEAN Cup bukanlah Piala Chiki meskipun dengan banyaknya
kontroversial yang terjadi. Ketika Timnas Indonesia bertanding, maka Timnas Indonesia
membawa serta mewakili nama negara yang harus diperjuangkan.
Meskipun tidak membawa pemain Timnas Indonesia diaspora karena sedang focus untuk
ajang Kualifikasi Ronde 3 Piala Dunia, tetapi tidak ada salahnya Timnas Indonesia bisa
memanggil pemain terbaik senior Liga 1 seperti Stefano Liliphaly, Malik Risaldi yang
dikombinasi dengan pemain muda Timnas Indonesia sekarang untuk persiapan Sea Games.
Tidak ada salahnya juga PSSI memberikan target bisa menjuarai Piala AFF ASEAN Cup karena
selama ini Timnas Indonesia tidak pernah bisa menjuarai Piala AFF. Dengan Timnas
Indonesia bisa menjuarai Piala AFF maka akan membuat komentar negative diluar sana
menjadi bungkam.
Dan yang penting adalah nama besar Timnas Indonesia di Kawasan Asia Tenggara menjadi
sempurna. Tidak ada salahnya Timnas Indonesia bisa menyempurnakan target lolos Piala
Asia, Lolos Piala Dunia dan menjuarai Piala AFF ASEAN Cup. Jangan sampai Piala AFF ASEAN
Cup disebut Piala Chiki oleh public Indonesia karena kefrustasian Indonesia yang selalu gagal
menjuarai Piala AFF ASEAN Cup. Tunjukkan pada dunia bahwa Timnas Indonesia juga bisa
menjuarai Piala AFF ASEAN Cup senior.
Disisi lain dengan kegagalan di Piala AFF besok, Banyak public yang beranggapan bahwa
Ketua PSSI Erick Thohir ingin mendatangkan Pelatih dari Eropa yang cocok dengan gaya
permainan Timnas Indonesia yang saat ini banyak dihuni pemain diaspora dari Eropa.
Menurut saya, apabila kebijakan penggantian pelatih Timnas Indonesia ditengah kompetisi
kualifikasi Piala Dunia 2026 sedang berjalan sangat berbahaya naik jangka pendek ataupun
jangka Panjang. Mengapa? Dikarenakan banyak contoh Timnas yang mengganti Pelatih dari
Eropa ditengah Tournament membuat tim tersebut gagal.
Contohnya seperti Timnas Arab Saudi yang kala itu dilatih Pelatih ternama dari Benua Eropa
yaitu Roberto Manchini oleh Pelatih Herve Renard. Ekspektasi pengurus Timnas Arab Saudi
yang akan bisa mengembalikan performa Timnas Arab Saudi nyatanya gagal total.
Permainan cantik yang diharapkan Timnas Arab Saudi malah semakin buruk.
Kemudian Prestasi pelatih Roberto Manchini dikepelatihan di Eropa kurang apa? Karir yang
moncer Roberto manchini nyatanya tidak membuat Timnas Arab Saudi menjadi lebih baik.
Kemudian Pelatih ternama Pep Guardiola, nama tersebut banyak disebut public Indonesia
supaya bisa membesut Timnas Indonesia. Nyatanya karir yang moncer Pep Guardiola tidak
membuat Manchester City bisa berprestasi. Hasilnya pada bulan Desember 2024, mantan
Pelatih Barcelona tersebut harus dipecat dari Manchester City.
Untuk efek jangka Panjang, sampai umur berapa tahun para pemain Diaspora dari Eropa
bisa bertahan di Timnas Indonesia. Mereka akan memasuki masa pensiun dan tidak lagi
bermain di Timnas Indonesia. Padahal Pelatih sudah terlanjur mengambil Pelatih dari benua
Eropa.
Intinya, semua tim perlu proses dan waktu untuk beradaptasi serta bertumbuh dan
berkembang. Kemenangan instan tidak bisa didapat dengan gonta – ganti Pelatih. Pelatih
perlu waktu untuk mengenal pemain, Pelatih perlu waktu untuk mengenal kebiasaan filosofi
bermain kompetisi di Liga tersebut, Pelatih perlu waktu untuk belajar menyesuaikan pola
strateginya terhadap pemain timnas tersebut.
Penggantian Pelatih Timnas Indonesia disaat kompetisi yang sedang berjalan sangatlah tidak
efektif serta tidak tepat. Apalagi hanya karena gagal di Piala AFF ASEAN Cup 2024 membuat
pelatih Timnas Indonesia Shin Tae Yong dipecat.
Pemecatan sangat aman dilakukan apabila Timnas sudah menyelesaikan ajang Kualifikasi
Piala Dunia 2026 serta gagal mencapai target lolos ke Babak 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Karena disitu, Pelatih baru Timnas Indonesia selanjutnya masih ada waktu selama 2 tahun
untuk mempersiapkan timnas berlaga di ajang Piala Asia 2027 yang bertempat di negara
Arab Saudi.
Penulis :
Prima Trisna Aji
Dosen Spesialis Medikal Bedah
Lincoln College University Malaysia