KUPANG, || “Politisasi SARA dapat mengganggu proses pemilihan yang jujur dan adil,” ungkap Amrunur Muh Darwan, anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dalam acara “Pengembangan Forum Warga Pengawasan Partisipatif” di Hotel Harper, Sabtu (28/9/2024).
Dalam upaya menjaga integritas pemilihan umum, Amrunur menyerukan agar tokoh-tokoh suku daerah berperan aktif meredam isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
Ia menegaskan bahwa ketokohan dari masing-masing suku memiliki pengaruh signifikan dalam mencegah pelanggaran dan praktik politisasi SARA. “Aspek ketokohan dari masing-masing suku dan daerah memiliki pengaruh yang kuat untuk mencegah dugaan pelanggaran,”ujarnya.
Amrunur juga mengingatkan bahwa isu ini sering muncul selama masa pemilu dan dapat mengganggu kelancaran tahapan pemilihan. “Dukungan dari masyarakat dan organisasi daerah sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi demokrasi,” tambahnya.
Sebagai Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas, Amrunur menegaskan bahwa penggunaan isu SARA dalam kampanye dilarang oleh UU 6 Tahun 2020 dan sering kali dieksploitasi di media sosial untuk menyerang lawan politik. Ini menambah tantangan dalam menjaga suasana pemilihan yang sehat.
Kehadiran organisasi daerah dan diaspora diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam pencegahan isu ini. Amrunur menekankan pentingnya kolaborasi antara Bawaslu dan organisasi masyarakat untuk meminimalkan dampak negatif dari politisasi SARA.
Acara tersebut dihadiri oleh berbagai organisasi daerah, termasuk Ikatan Keluarga Kabupaten Ende Flores (IKKEF) dan Kerukunan Keluarga Besar Maumere (KKBM). Partisipasi mereka menunjukkan keseriusan dalam menjaga keutuhan dan keberagaman di NTT.
Melalui forum ini, diharapkan tercipta kesadaran kolektif untuk menanggulangi politisasi SARA, sehingga pemilihan dapat berlangsung dengan jujur, adil, dan berintegritas. Upaya ini adalah langkah penting dalam memperkuat demokrasi di Nusa Tenggara Timur.
(Dessy)