KAB. OKI, || Ribuan warga Kecamatan Pedamaran, Kabupaten OKI, berkumpul di Stadion Bumi Urang Diri, Desa Pedamaran VI, pada Sabtu, 17 Agustus 2024, untuk menyaksikan momen sakral, Upacara Pengibaran Bendera Pusaka Merah Putih. Semangat kemerdekaan terpancar dari wajah para peserta upacara, menunjukkan rasa syukur dan kebanggaan atas kemerdekaan yang diraih 79 tahun lalu.
Namun, di balik kemeriahan upacara, terkuak fakta bahwa penyelenggaraan acara ini terkendala minimnya dana. Informasi yang diperoleh dari salah satu staf kecamatan yang enggan disebutkan namanya, menyebutkan bahwa dana yang terkumpul berasal dari sumbangan kepala desa 14 desa di kecamatan Pedamaran, serta dari rombongan PGRI guru-guru.
Sumber anonim tersebut mengungkapkan bahwa “total dana yang terkumpul mencapai 18 juta rupiah, dengan rincian 14 juta rupiah berasal dari sumbangan seluruh kepala desa dan 4 juta rupiah dari PGRI. Minimnya dana ini membuat panitia pelaksana kesulitan untuk membiayai berbagai kebutuhan, termasuk publikasi media.”
Salah satu kepala desa di Kecamatan Pedamaran membenarkan bahwa sumbangan tersebut sebesar 1 juta rupiah per desa,
“Benar bahwa kepala desa bantu acara tersebut 1 juta per desa, tapi ada salah satu kepala desa baru bayar separuh,” tutur kepala desa dengan singkat.
Sementara H. Tugiok, koordinator acara, tidak memberikan jawaban terkait acara tersebut, hanya mengatakan “tunggu camat.” Di sisi lain, Camat Pedamaran saat dihubungi via telepon hanya berdering saja, namun tidak menjawab.
Pertanyaan tentang transparansi dan pengelolaan dana untuk kegiatan nasionalisme di tingkat kecamatan pun mengemuka. Serikat Pemuda dan Masyarakat Sumsel (SPM) Yovi Meitaha memberikan sorotan tajam terkait situasi ini.
“Minimnya dana untuk acara sakral seperti upacara bendera ini sangat memprihatinkan. Ini mencoreng semangat kemerdekaan yang seharusnya dirayakan dengan penuh khidmat dan meriah,” tegas Yovi Meitaha, Selasa, 20 Agustus 2024, di depan kantor Iwo OKI, pukul 16:30 WIB.
Yovi Meitaha juga mempertanyakan sumber dana yang terkumpul, yang diduga berasal dari sumbangan kepala desa dan PGRI.
“Kami mendesak pihak terkait untuk transparan dalam pengelolaan dana ini. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana dana tersebut dikumpulkan dan digunakan,” tegasnya.
SPM Yovi Meitaha mendesak pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan nasionalisme di tingkat daerah, agar semangat kemerdekaan dapat dirayakan dengan lebih meriah dan berkesan.
“Semangat kemerdekaan harus dijaga dan diwariskan kepada generasi penerus. Minimnya dana untuk kegiatan nasionalisme seperti ini dapat menghambat upaya tersebut,” pungkas Yovi Meitaha.
Minimnya dana untuk kegiatan nasionalisme di tingkat daerah menjadi catatan penting. Semoga pemerintah daerah dapat lebih serius dalam memperhatikan pembiayaan kegiatan yang sarat makna seperti ini, agar semangat kemerdekaan dapat dirayakan dengan lebih meriah dan berkesan.
(Wan)