Polemik PPDB Di Tasikmalaya, Orang Tua Siswa Kecewa Zonasi Radius Lebih Dekat Sekolah, Dibandingkan Peserta Lain Yang di Terima

Polemik PPDB Di Tasikmalaya, Orang Tua Siswa Kecewa Rumah Dekat Kesekolah Dibandingkan Peserta Lain Lolos PPDB Zonasi Radius

SERGAP.CO.ID

KAB. TASIKMLAAYA, || Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2024 kembali menuai permasalahan yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tak terkecuali di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Bacaan Lainnya

Meskipun sistem zonasi PPDB dimaksudkan untuk pemerataan kualitas pendidikan, kenyataannya masih menyisakan banyak pertanyaan dan kebingungan bagi orang tua siswa di Tasikmalaya.

Syarif Hidayat (42), seorang warga Rancabungur Cilampunghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, merupakan salah satu orang tua yang merasakan kebingungan tersebut.

Anak Syarif, ML, seorang siswa SMPN I Padakembang Kabupaten Tasikmalaya, gagal diterima di SMA yang dicita-citakannya meskipun jarak rumah mereka lebih dekat dibandingkan dengan peserta PPDB lain yang diterima.

“Saya sangat bingung dan kecewa. Jarak rumah kami ke sekolah lebih dekat dibandingkan dengan beberapa peserta lain yang diterima. Anak saya sangat berharap bisa bersekolah di sana. ” Ungkap Syarif dengan nada sedih kepada wartawan, Rabu (10/7/2024)

Anak Syarif sangat bersemangat untuk melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.

Beberapa waktu yang lalu Syarif mendaftarkan anaknya ke SMAN 2 Singaparna melalui jalur zonasi yang diinisiasi secara kolektif melalui panitia PPDB SMPN I Padakembang, yang berjarak satu kilometer dari rumahnya.

Namun, ia sangat kaget dan bingung ketika melihat hasil PPDB jalur zonasi khusus di situs ppdb.jabarprov.go.id. Anak Syarif, yang rumahnya berjarak 1967.170 meter ke SMAN 2 tidak diterima, sementara peserta dari MTSS Al Azhar dengan jarak 3131.920 meter diterima.

“Saya merasa kaget dan aneh pada PPDB jalur zonasi ini. Anak saya jaraknya 1967.170 meter ke SMAN 2, sedangkan di PPDB online, urutan nomor 32 yang terakhir berjarak 3131.920 meter,” keluh Syarif.

Syarif bersama istrinya sempat mempertanyakan hasil PPDB kepada pihak sekolah namun tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan.

Mereka juga meminta bantuan kerabat untuk mengklarifikasi data tersebut ke Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah XII Jawa Barat, tetapi hanya disarankan untuk menemui operator di sekolah.

Syarif berharap anaknya dapat melanjutkan pendidikan di SMA Negeri di wilayah Singaparna selain karena jaraknya yang dekat dengan rumah, juga karena biayanya yang relatif murah dan terjangkau.

Ia ingin ada upaya untuk meningkatkan kualitas dan transparansi PPDB, di antaranya dengan sosialisasi yang lebih intensif, transparansi data dan pengawasan ketat untuk mencegah kecurangan atau penyalahgunaan wewenang.

Beberapa hari yang lalu, wartawan berkesempatan menemui Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Humas SMPN I Padakembang, Agus Dadan Heri dan Operator PPDB di sekolah tersebut.

Agus Dadan mengungkapkan bahwa dalam proses PPDB, banyak siswa yang akan melanjutkan ke tingkat SMA pada jalur zonasi mengalami kesulitan. “Ya, PPDB untuk melanjutkan ke SMA Negeri jadi buah simalakama. Nilai tinggi berapa pun kalau sistem zonasi pasti kalah,” ungkapnya.

Ia tak memungkiri bahwa lokasi sekolahnya berada di tempat yang jauh dari dua SMA Negeri di Singaparna.

Namun, menurutnya, sistem zonasi dalam PPDB menjadi buah simalakama, dirinya tidak menyalahkan pihak manapun, namun ia berharap dengan PPDB sistem zonasi ini ada pembangunan sekolah negeri di wilayahnya sehingga tidak ada blankspot.

Sementara itu, petugas operator PPDB SMPN I Padakembang menyebut bahwa jumlah siswa kelas IX yang akan melanjutkan ke tingkat SMA berjumlah sembilan kelas dengan total 273 siswa.

“Total siswa ada 273 dari sembilan kelas. Untuk jalur zonasi reguler ke SMAN 2, tidak ada yang masuk. Hanya ada jalur zonasi khusus sebanyak enam orang siswa,” pungkasnya.

Permasalahan dalam pelaksanaan PPDB ini menunjukkan perlunya evaluasi dan perbaikan sistem zonasi agar tujuan pemerataan pendidikan dapat tercapai tanpa menimbulkan kebingungan dan ketidakpuasan di kalangan orang tua siswa.

Sosialisasi yang lebih intensif dan transparansi dalam proses seleksi sangat diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan

(Rz**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.