Oleh: Ummu Fahhala
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
OPINI, | Sungguh memprihatinkan, menurut data Pusat Pelapiran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jawa Barat menjadi provinsi paling banyak terpapar judi online, seperti dilansir beritasatu.com, 27 Juni 2024. Jumlah pemain judi online di Jabar sekitar 535.644 orang, dengan nilai total transaksi Rp3,8 triliun. (katadata.co.id, 26/06/2024)
Bahkan secara nasional, Praktik judi online masih terus berkembang di sejumlah wilayah di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang terdeteksi dari laporan transaksi keuangan mencurigakan. Koordinator Kelompok Humas PPATK, Natsir Kongah, menyatakan, hingga Mei 2024 ada 14.575 transaksi keuangan yang mencurigakan hingga nembus angka Rp 600 triliun. Sementara pada tahun 2022 terdapat 11.222 transaksi dan 24.850 laporan transaksi keuangan mencurigakan pada 2023, yakni sebesar Rp 327 triliun. (kumparan.com, 15 Juni 2024)
Besarnya keterlibat rakyat Jabar khususnya dan Indonesia pada umumnya dalam judi online (judol), muncul akibat kompleksitas persoalan hidup manusia sekarang. Faktor ekonomi, tekanan beban hidup yang semakin meningkat, sulitnya mencari pekerjaan, tingkat SDM yang rendah, ingin mendapatkan uang secara instan, seringkali menjadi alasan melakukan judol. Semua itu terjadi akibat kemiskinan struktural saat ini.
Sementara kemiskinan struktural terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini membuat para pemilik modal menjadi penguasa sesungguhnya dan menihilkan peran negara. Aspek keuntungan materi menjadi orientasi aturannya, karena sistem ini yang eksis. Meski pemerintah sadar akan kerusakan judol dan akhirnya membentuk Satgas judol, tapi cara pandang atas persoalan ini dan solusinya tidak menyentuh akar permasalahan, karena kekuasaan mereka dibatasi oleh para pemilik modal, alhasil judol masih marak.
Pemberantasan judi online mutlak membutuhkan peran negara yang memiliki sifat raa’in dan junah. Sifat raa’in akan membuat negara totalitas mengurus kebutuhan rakyatnya. Negara akan memudahkan rakyatnya memenuhi hajat kehidupan mereka, sehingga level hidup sejahtera bisa dirasakan oleh setiap individu rakyat.
Sebagaimana hadis Rasulullah Saw, “Imam atau khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” hadis riwayat al-Bukhari.
Kemudian sifat junah (pelindung) akan membuat negara totalitas melindungi rakyatnya dari segala macam bahaya termasuk dari praktik judi online. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw, “Sesungguhnya Imam atau khalifah adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung.” hadis riwayat Muslim.
Kedua sifat tersebut hanya ada dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah (menyeluruh). Syariat Islam telah mengharamkan judi secara mutlak tanpa ilat apapun juga tanpa pengecualian. Seperti tercantum dalam QS. Al-maidah:90, dari dalil tersebut dapat dipahami, bahwa Allah Swt telah menyejajarkan judi dengan minuman keras, mengundi nasib (azlam) dan berhala. Ini menunjukkan keharamannya judi secara mutlak. Demikian kerasnya keharaman tersebut, hingga Allah Swt menyebutnya sebagai perbuatan setan, rijsun (kotor) atau najis. Sebuah keharaman pasti membawa bahaya, baik di dunia hingga akhirat termasuk judi.
Judi adalah aktivitas memperoleh harta haram di dunia. Judi menimbulkan kemiskinan bagi masyarakat, sementara di akhirat perbuatan judi bisa mengantarkan pelakunya masuk ke dalam api neraka.
Dalam sebuah hadis terkait harta haram, Rasulullah Saw bersabda “Wahai Kaab bin ‘Ujrah, sungguh daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram berhak dibakar dalam api neraka.” (hadis riwayat At-Tirmidzi).
Negara yang berfungsi sebagai junah, akan melindungi masyarakatnya dari bahaya judi ini yaitu dengan cara menerapkan sistem Islam secara kafah dalam kehidupan. Maka berbagai kebijakan akan dilakukan negara dalam melaksanakan peran raa’in nya, diantaranya :
Pertama, negara akan melakukan pembinaan dan penanaman akidah Islam kepada masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Masyarakat yang dibina dengan sistem pendidikan Islam akan memiliki kepribadian (syakhsiah) Islam, yaitu pola pikir dan pola sikapnya sesuai tuntunan syariat Islam. Sehingga ketika syariat Islam menyatakan judi haram, maka setiap individu masyarakat akan menjaga diri mereka dari aktivitas najis tersebut. Jadi ada sikap self control dari individu masyarakat.
Kedua, negara menjamin kesejahteraan rakyat melalui sistem ekonomi Islam. Diantara prinsip sistem ekonomi Islam adalah menjamin kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan masyarakat secara tidak langsung, yaitu menjamin pekerjaan untuk laki-laki, agar mereka bisa memberi nafkah keluarganya dengan makruf.
Kemudian ada juga jaminan kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan untuk masyarakat yang dipenuhi secara langsung. Negara menanggung semua kebutuhan tersebut dan memberikan kepada masyarakat secara gratis. Jika aspek kebutuhan pokok dan publik terpenuhi, maka masyarakat bisa merasakan kesejahteraan hidup, sehingga bisa fokus untuk beramal baik.
Ketiga, negara akan mengaktivasi polisi digital, memberdayakan para pakar informasi dan teknologi untuk memutus seluruh jejaring judi online agar tidak mudah masuk ke wilayah negara.
Keempat, negara akan memberi sanksi takzir kepada para bandar serta pelaku judi. Sanksi takzir ini dipastikan dapat memberikan Efek jera kepada pelaku kejahatan dan mampu mencegah terjadinya aktivitas serupa di tengah-tengah masyarakat.
Demikianlah, solusi tuntas yang diberikan Islam agar judi online dapat teratasi hingga ke akar masalahnya. Bukankah solusi demikian yang seharusnya diambil oleh sebuah negara, jika benar-benar menginginkan judi online lepas dari kehidupan masyarakat.
(**)