Penulis:Delsiana Murniyati Popo, Mahasiswa Universitas Katolik (Unika) Weetebula
SUMBA BARAT DAYA, || Kasus bullying atau perundungan antar pelajar di lingkungan sekolah sebetulnya bukan hal baru. Berbagai upaya selama ini telah dilakukan untuk mencegah agar para pelajar tidak menjadi korban tindak perundungan. Namun, entah apakah karena sudah menjadi subkultur di kalangan para pelajar, tindak perundungan selalu terjadi dari waktu ke waktu.
Di masa sekarang ini banyak sekali kasus baik dikalangan Siswa maupun Mahasiswa sekaligus yang membuat psikilog publik mereka yang terkena akan mempengaruhi dampak mental sangat luar biasa.
Kasus bullying ini dulunya sering terjadi dikalangan SMP dan SMA, tetapi sekarang kasus bullying ini sudah sangat parah, bisa terjadi pada anak SD.
Menurut Novan, bullying adalah perilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok orang terjadi secara berulang kali yang menyalah gunakan ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bullying dan target bersifat nyata maupun perasaan. Contoh yang bersifat real berupa ukuran badan, kekuatan fisik, gender (jenis kelamin) dan status sosial.
Kasus perundungan terhadap siswa yang menyesakkan hati tidak hanya terjadi sekali dua kali tetapi berkali-kali. Sebagaimana yang biasa ditemukan banyak korban yang menjadi bahan bullying mengalami luka fisik maupun mental. Contohnya sebuah kasus bullying atau perundungan terhadap anak yang terjadi di Banyuwangi. Seorang siswa kelas 7 berinisial G (13) harus menjalani operasi patah tulang setelah menjadi korban perundungan yang dilakukan salah satu teman sekelasnya. Bahkan dokter terpaksa memotong tulang pahanya sepanjang 4 centimeter, karena terjadi infeksi pada luka yang dialami korban.
Kasus seperti ini tidak hanya terjadi di satu daerah tetapi ada di beberapa daerah lainnya yang mengalami hal tersebut akibatnya mereka mengalami depresi karena sering dirundung teman-temannya. Siswa depresi lantaran dipaksa melakukan hal-hal yang tidak baik oleh teman sebayanya.
Korban yang tak kuat menanggung malu dan ketakutan karena diancam teman-temannya akhirnya depresi. Korban benar-benar mengalami luka psikologis yang mendalam.
Tindak perundungan antar para pelajar ini sesungguhnya adalah salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak. Tindak kekerasan yang dialami anak-anak bukan hanya pemukulan atau penyerangan secara fisik, tetapi juga bisa berupa kekerasan psikologis. Tindak perundungan termasuk kekerasan psikologis kepada anak yang makin subur, terutama ketika perkembangan media sosial makin pervasive.
Pelaku perundungan siswa di sekolah biasanya siswa atau orang lain, baik secara individu maupun berkelompok. Biasanya, tindakan berulang secara fisik, psikologis, sosial, ataupun verbal karena pelaku umunya dalam posisi (merasa) lebih superior. Mereka merasa lebih berkuasa atau lebih kuat bila berhasil menindas anak lain.
Faktor penyebab perundungan ini salah satunya bisa jadi dari keluarga, kurangnya perhatian dari orang tua, kurangnya kasih sayang didapatkannya, ataupun sipembuly ini pernah jadi seorang korban yang membuat pelaku perundung ini melakukan tindakan seperti kekerasan, hinaan dan lain-lainnya.
Tidak perundungan sering kali mengakibatkan korban merasa takut, terancam, atau setidak-tidaknya tidak bahagia. Tidak jarang, tindak perundungan mengakibakan korban tersakiti, terluka, dan bahkan mengalami depresi. Dalam tindak perundungan dikategorikan sebagai perilaku antisosial.
Oleh karena itu orang tua harus mengontrol anaknya setiap hari agar kasus bullying ini tidak merusak psikologis anak dan tidak bertambah. Guru juga harus menyosialisasikan secara jelas dan tegas kepada siswa bahwa tidak perundungan adalah perilaku yang tidak bisa diterima sama sekali.
Guru juga harus mengajak siswa berani bersuara melaporkan tindak bullying yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di lingkungannya. Dan, kemudian secara Bersama-sama melawan segala bentuk perundungan yang membuat siswa mengalami trauma.
Jadi mengingat pelaku tindak perundungan sering kali didorong subkultur sok jagoan dan semangat untuk mencarii perhatian, upaya penanganan kasus ini harus hati-hati. Menghadapi pelaku bullying secara konfrontatif malah akan membuat pelaku bangga dengan apa yang dilakukannya.
Menantang dan menghukum pelaku bullying di depan umum, apalagi di depan siswa lain, justru akan berisiko membuat pelaku besar kepala dan bahkan bukan tak mungkin malah berpotensi mengarah ke tindak bullying lanjutan yang tidak seharusnya terjadi.
Teguran kepada pelaku perundungan perlu diberikan secara proposional dan lebih pada sanksi sosial yang mendidik dari pada sanksi yang sifatnya menghukum.
(MSS**)