NTB || Kegiatan aksi unjuk rasa atau demonstrasi tidak dilarang oleh Undang-Undang dan dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945, bahkan para demonstran tidak perlu meminta izin ke kepolisian dan hanya perlu membuat surat pemberitahuan.
Dijelaskan M Zaini, Aturan soal unjuk rasa diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa penyelenggaraan penyampaian pendapat di muka umum, diwajibkan untuk memberitahukan secara tertulis. Surat ditujukan kepada pejabat kepolisian di mana kegiatan tersebut dilaksanakan.
Namun kegiatan aksi unjuk rasa yang anarkis dan mengganggu kepentingan umum, lanjutnya, sangat disayangkan dan perlu mendapat perhatian serius dan tindakan dari pihak kepolisian. Hal ini agar ketertiban umum dapat berjalan dengan baik. Terkait dengan adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh beberapa aktivis di Kabupaten Bima pada beberapa minggu yang lalu mendapatkan perhatian dari sesama Aktivis yaitu M. Zaini Direktur LSM Garuda Indonesia melalui rilis resminya Kamis (13/7/2023).
Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan sudah 4 kali dan selalu melakukan pemblokiran jalan dan sifatnya anarkis. Hal ini disayangkan oleh M. Zaini. Berdasarkan fakta singkat aksi unras yang disertai blokir jalan yang dilakukan sebanyak 4 kali oleh Front Perjuangan Rakyat (FPR) Donggo-Soromandi sangat mengganggu aktivitas masyarakat dan menyebabkan tergagnggunya kepentingan umum yang lainnya.
Sehingga dengan dilakukannya penangkapan 16 orang pelaku pemblokiran jalan oleh pihak kepolisian sudah sangat tepat.
“Penangkapan 16 orang pelaku pemblokiran jalan yang dilakukan oleh pihak kepolisian sudah sangat tepat” Ungkap M. Zaini.
M. Zaini juga menegaskan, bahwa unjuk rasa merupakan sebuah kebebasan dalam melakukan protes sosial terhadap kebijakan pemerintah. Namun tetap harus mengikuti prosedur dan tidak mengganggu kepentingan umum lainnya. Tandasnya.
Untuk itu penanganan kasus ini oleh pihak kepolisian sudah sangat tepat, agar kita di Negara hukum ini juga harus patuh pada aturan yang ada.
Kemudian UU no. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menyebutkan pemberitahuan diberikan paling lambat 3×24 jam sebelum aksi digelar. Surat pemberitahuan berisi maksud dan tujuan, tempat, lokasi, dan rute, waktu dan lama, bentuk, penanggungjawab, nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan, alat peraga yang dipergunakan; dan atau jumlah peserta.
Tugas Kepolisan setelah menerima surat pemberitahuan adalah berkoordinasi dengan penanggungjawab penyampaian pendapat di muka umum, berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat, dan mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, juga rute.
Tempat pelaksanaan unjuk rasa juga diatur dalam UU no. 9 Tahun 1998. Tempat-tempat yang tidak diperbolehkan dituju sebagai lokasi unjuk rasa adalah di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional, dalam radius kurang dari 150 meter dari pagar luar.
Untuk waktu pelaksanaannya, UU no. 9 Tahun 1998 membatasi demonstrasi dilakukan pada jam 06.00-18.00 di tempat terbuka, dan 06.00-22.00 di lokasi tertutup. Juga tidak diperbolehkan melakukan demo di hari besar nasional.
Oleh karenanya, M. Zaini menegaskan bahwa pihak Kepolisian harus melakukan proses hukum terhadap aksi blokir jalan karena masyarakat sangat dirugikan dan Sikap Kapolda Nusa Tenggara Brat (NTB) terhadap aksi ini sangat diapresiasi karena aturan harus ditegakkan demi keamanan dan ketertiban umum. Yang ujungnnya demi kondusifitasnya daerah kita NTB tercinta
(DM**)