Hari Bhayangkara, Tonggak Sejarah Perjalanan Polri

SERGAP.CO.ID

OPINI || Pada awal bulan Juli dikenal sebagai Hari Bhayangkara. Tapi apakah kita tau bahwa Hari Bhayangkara yang diperingati setiap tanggal 1 Juli bukan merupakan hari lahir Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Hari Bhayangkara diperingati guna memperingati tonggak sejarah penting yang ada dalam tubuh Polri.

Bacaan Lainnya

Melansir dokumen Sejarah Kepolisian Republik Indonesia yang disusun oleh Tim Pokja Lemdiklat Polri T.A. 2019, sejumlah pertimbangan menjadikan 1 Juli sebagai peringatan hari kepolisian atau Hari Bhayangkara.

Nama Bhayangkara yang sering dikenal sebagai julukan bagi Prajurit dalam tubuh Polri diambil dari nama pasukan Kerajaan Majapahit yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban kerajaan pada masa kepemimpinan Patih Gajah Mada.

Hari Bhayangkara 1 Juli 2023, Kilas Balik Pasukan Elit Majapahit

Hari Bhayangkara 2023 menjadi hari penting yang diperingati kepolisian pada 1 Juli setiap tahunnya. Istilah Bhayangkara diambil dari nama pasukan elit pada masa kerajaan Majapahit.
Pasukan Bhayangkara terdiri atas 15 pengawal raja yang saat itu adalah Jayanegara. Pasukan elit tersebut dipimpin oleh Gajah Mada.

Saat terjadi pemberontakan oleh Ra Kuti pada 1319, Gajah Mada bersama pasukan Bhayangkara mengungsikan Raja Jayanegara di Desa Bedander. Saat itu, Gajah Mada memberikan amanat untuk ditaati dan dijalankan oleh anggota Bhayangkara yang dipimpinnya.

Amanat tersebut adalah setia pada raja, melenyapkan musuh raja dan rakyat, tekad mempertahankan kerajaan, serta ikhlas tanpa pamrih. Selain menjaga raja, pasukan elit Majapahit, Bhayangkara dibebankan tugas lain yakni melaksanakan pemeliharaan rasa aman dan tentram yang dapat dirasakan oleh rakyat.

Pasukan Bhayangkara selalu bertindak tegas dan memiliki disiplin tinggi dalam setiap melaksanakan tugas. Hal ini yang kemudian membuat pasukan Bhayangkara sangat disegani dan ditakuti oleh kawan maupun lawannya.

Dalam perkembangannya, pasukan Bhayangkara mengemban tugas menjaga ketentraman, ketertiban, penegakan peraturan perundang-undangan kerajaan serta pengawasan perdagangan. Pasukan Bhayangkara pemegang pengawasan daerah-daerah kekuasaan yang sangat luas, utamanya wilayah daerah luar kota kerajaan atau daerah kekuasaannya.

Hari Bhayangkara 2023, bagi Kepolisian RI menjadi nilai-nilai wibawa mengayomi dan melindungi dari 15 anggota pasukan elit Majapahit tersebut yang patut diterapkan. Diharapkan nilai-nilai kejuangan Polisi yang terkandung dari sejarah pada zaman kerajaan Majapahit dapat menjadi karakter Kepolisian Republik Indonesia.

Jika ditelisik lebih jauh, perjalanan Korps Kepolisian di Indonesia sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda pada tahun 1897 hingga 1920. Pada masa itu terdapat berbagai macam Kepolisian diantaranya Velid Politie (Polisi Lapangan), Stands Politie (Polisi Kota), Cultur Politie (Polisi Pertanian) dan Bestuurs Politie (Polisi Pamong Praja). Namun, pada saat itu jabatan penting (Top Management) yang diemban pada Kepolisian masih dipegang oleh pejabat yang berasal dari Kolonial Belanda sementara warga pribumi hanya terbatas pada jabatan pelaksana lapangan.

Sejak saat itu, kekuatan militer indonesia yang meliputi darat, laut dan udara disahkan menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan bertugas sebagai pertahanan negara. Sementara itu, Angkatan Kepolisian menjadi institusi yang bernaung secara langsung dibawah Presiden dan berfungsi untuk menjaga ketertiban, keamanan dan penegak hukum dengan nama Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Memasuki masa penjajahan Jepang di Indonesia, Kepolisian mulai dikelola dengan lebih terstruktur. Kepolisian pada masa itu terbagi berdasarkan wilayah dan memiliki pusat komando. Pembagian tersebut diantaranya Kepolisian Jawa dan Madura yang memiliki pusat di Jakarta serta Kepolisan Sumatera yang memiliki pusat di Bukitinggi. Selain hal tersebut, perbedaan mencolok yang terlihat pada tubuh kepolisian saat itu adalah peran pribumi yang diperbolehkan menjabat dalam struktur kepemimpinan di Kepolisian walaupun masih dalam pengawasan pejabat Kepolisian dari Jepang.

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan momen bersejarah bagi bangsa Indonesia. Proklamasi juga menandai kemerdekaan bangsa Indonesia dari jajahan bangsa lain.

Organisasi kepemudaan yang dirintis oleh Jepang juga turut dibubarkan. Namun terdapat beberapa organisasi seperti PETA, Gyu-gun dan Kepolisian yang masih dipertahankan dan terus dikembangkan.

Pasca kemerdekaan PPKI membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) dan melantik R. S. Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian Negara (KKN) oleh Presiden Soekarno pada tanggal 29 September 1945. Kepolisian yang saat itu bernama Djawatan Kepolisian Negara mengalami perubahan sesuai dengan Penetapan Pemerintah No. 11/S.D. tahun 1946.

Bagi Polri, tanggal 1 Julii 1946 merupakan momen penting dan bersejarah karena merupakan fase baru dalam pertumbuhan Kepolisian kearah yang lebih baik. SK Perdana Menteri RI Nomor 86/ PM/1954, Hari Kepolisian harus diperingati dengan upacara setiap 1 Juli di masing-masing kantor Polisi pada wilayah Kota/Kabupaten maupun Provinsi. Pelaksanaan peringatan Hari Kepolisian Negara diatur menurut Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara 30 Juni 1959 Nomor Pol:3/4/Sek.

Memasuki masa orde lama, Polri dilebut benjadi satu bersama dengan Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara menjadi satu wadah yang dikenal dengan ABRI ditandai dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960.

Berkaitan dengan hal tersebut, kedudukan Kepolisian sejajar dengan instansi lain yang berada dibawah naungan ABRI sesuai dengan pengesahan oleh DPR-GR dalam UU Pokok Kepolisian No. 13/1961. Jabatan Menteri Kapolri juga turut diganti sesuai dengan Keppres No. 94/1962 menjadi Menteri/Kepala staff angkatan kepolisian (Menkasak). Kemudian Menkansak diganti kembali menjadi Menteri/Panglima angkatan Kepolisian dan secara langsung bertanggung jawab kepada presiden sesuai dengan Keppres No. 290/1964.

Pristiwa G30S/PKI menjadi salah satu cerminan kurangnya integritas antar lembaga yang berada dibawah naungan ABRI. Polisi yang sejatinya bukan merupakan angkatan perang dipaksa untuk sejajar dengan lembaga lain yang ada dalam ABRI. SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK yang masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab yang dimana pada saat itu dijabat oleh Jenderal Soeharto dan yang pada akhirnya digantikan oleh Jenderal M. Panggabean selepas Soeharto menjabat sebagai Presiden.

Ketatnya integritas pada tubuh ABRI dan luasnya kewenangan serta kekuasaan yang dimiliki ABRI (dwifungsi) pada akhirnya berakhir pasca reformasi. Perpindahan kepemimpinan pasca reformasi dari kepemimpinan Presiden Soeharto menuju B. J. Habibie juga mulai menandai era baru pada tubuh Kepolisian.

Dwifungsi ABRI dihapus melalui TAP MPR tahun 2000 dan juga menandai pemisahan tugas Militer dan Polisi. Demokratisasi dan era sipil yang mulai tumbuh juga menandai mulai pudarnya peran militer dalam dunia politik maupun pemerintahan di Indonesia

Terdapat banyak harapan dan juga dukungan masyarakat terhadap Polri dalam peringatan Hari Bhayangkara ke-77. “Polri Presisi Untuk Negeri” diharapkan bukan hanya sebagai slogan belaka tetapi menjadi sebuah pedoman Anggota Polri dalam menjalankan tugasnya guna menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di Indonesia.

(Obama)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.