SERGAP.CO.ID
MUARA ENIM, || Marak nya mobilisasi tronton pengangkut batu bara, baik dari tambang batubara legal maupun dari tambang ilegal di Kabupaten Muara Enim, jumlahnya memang sungguh tidak wajar lagi. karena sudah over kapasitas jalan terutama mulai dari Kecamatan Tanjung Agung, Lawang Kidul hingga ke Muara Enim Kabupaten Muara Enim.
Setiap saat lalu lalang tronton pengangkut batubara dikawasan itu memang sudah menjadi momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat pengguna jalan umum lainnya..
Ditambah lagi banyak para sopir tronton batubara itu terlihat tidak tahu diri, ugal – ugalan dijalan, ngebut dan saling mendahului satu sama lain tanpa memperdulikan pengendara lain, sedangkan diketahui bahwa lebar jalan nasional diwilayah itu sangatlah sempit.
Sejauh ini, dari pengamatan sehari – hari tidak ada pengaturan lalu lintas untuk menertibkan lalu lalang tronton pengangkut batubara agar tidak ngebut maupun melakukan konvoi. Padahal dari informasi yang berhasil didapati bahwa perusahaan batubara sudah mengeluarkan dana untuk oknum – oknum yang diberi tanggung jawab mengatur lalu lintas tronton pengangkut batubara.
Permasalahannya akibat banyaknya tronton angkutan batubara dijalan itu, bukan cuma sering menyebabkan macet dijalan umum, namun juga sering terjadi lakalantas hingga menyebabkan warga kehilangan nyawa.
Hal itu disampaikan Reza Ade Sanur SH, salah seorang aktivis Kabupaten Muara Enim terkait adanya unjuk rasa warga desa Lingga Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim, yang melakukan penyetopan dan menyuruh putar balik tronton pengangkut batubara yang melintas di desa Lingga, Jum’at (09/06/2023).
Memang, lanjut Reza, aktivitas tronton pengangkut batubara dijalan umum Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat, jumlahnya sudah berlebihan, sehingga sangat mengganggu kenyamanan masyarakat barlalu lalang dijalan umum. Sedangkan diketahui bahwa jalan umum itu adalah jalan masyarakat, namun fungsinya saat ini sudah berubah menjadi jalan Hauling batubara.
” Sejak kapan Pemerintah mengalih fungsikan jalan umum di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat menjadi jalan Hauling batubara,” Aktivis LSM Abdi Lestari ini mempertanyakan.
” Kita jangan pura pura tidak tahu bahwa Pemprov Sumsel sudah mencabut Pergub Nomor 23/2013 tentang Tata Cara Pengangkutan Batu Bara di Jalanan Umum dan kembali lagi ke Peraturan Daerah (Perda) Nomor 05 Tahun 2011 tentang Tata Cara Larangan Angkutan Batubara melintas di Jalan Umum yang diperjelas melalui Pasal 52.
Terhitung sejak tanggal 8 November 2018 lalu,” jelas Reza
Reza menegaskan, sejauh ini, Pemerintah belum mencabut peraturan itu, masih diberlakukan sampai saat ini. Hanya saja penegakannya tidak konsisten, dikalahkan oleh kebijakan dengan bermacam alasan, yang ujung – ujungnya masih menyusahkan masyarakat.
Reza menuturkan, kejadian warga menyuruh putar balik tronton pengangkut batubara bukan kali ini saja, melainkan sudah sering, namun setelah terjadi negosiasi tronton pengangkut batubara itupun tetap diizinkan lewat.
Terlalu banyak dampak negatifnya yang ditimbulkan oleh mobilisasi tronton pengangkut batubara dijalan umum, bahkan pernah rumah warga jadi sasaran diseruduk tronton pengangkut batubara yang ugal – ugalan, debu – debu batu yang beterbangan mencemarkan udara dihisap warga sehari – hari karena memasang terpal asal jadi, sungai – sungai yang tercemar. dan banyak lagi.
” Angkutan batubara menggunakan jalan umum terlalu banyak mudharatnya daripada manfaatnya bagi masyarakat banyak,’ ucap Reza
Namun demikian, kata Reza, walaupun sudah ada aturan yang melarang angkutan batubara dijalan umum, yang terjadi aktivitas itu jalan terus
” Fakta yang terjadi, terkesan tidak ada guna peraturan dan undang – undang larangan Hauling batubara dijalan umum, yang lebih berperan itu adalah kekuatan masyarakat,” sindir Reza
Dalam hal ini, Reza berharap kepada Gubernur Sumsel Herman Deru agar bisa menegakan peraturan dan undang – undang tentang larangan angkutan batubara dijalan umum.
” Kami minta Gubernur Sumsel Herman Deru ada ketegasan menegakan peraturan dan undang – undang tentang larangan angkutan batubara melintas dijalan umum,” harap Reza.
” Terjadinya unjuk rasa warga Lingga terhadap kendaraan pengangkut batubara itu disebabkan Pemerintah tidak konsisten tegakan peraturan dan perundang – undangan,” pungkas Reza.
Sebelumnya warga Desa Lingga Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim mengadakan aksi unjuk rasa dengan melakukan penghadangan dan menghentikan tronton pengangkut batubara yang melintas di Desa Lingga, selanjutnya disuruh putar balik, Jum’,at (09/06/2023)
Aksi warga Desa Lingga itu terlaksana secara spontanitas, buntut dari pristiwa tabrakan beruntun yang melibatkan tronton pengangkut batu bara.
Akibat tabrakan itu, seorang warga desa Lingga, pekerja di PT Bukit Asam Kreatif (BAK) meninggal dunia, Jum’at (09/06/2023). Insiden it menunjukan bahwa semakin bertambah korban jiwa akibat ditabrak kendaraan pengangkut batubara dijalan umum.
Kemarahan warga desa Lingga terhadap kendaraan tronton pengangkut batubara tidak bisa dibendung lagi, hingga terjadi aksi unjuk rasa dengan pengawalan Aparat kepolisian dan Aparat TNI setempat berjaga jaga jangan sampai terjadi tindak anarkis warga terhadap sopir tronton batubara.
Aksi unjuk rasa warga Desa Lingga ini diadakan di dua titik, yaitu di jalan lintas Des Lingga dan di Pasar Tanjung Enim kalau masih ada tronton batubara yang mengambil jalan alternatif karena adanya penghadangan.
Nampak para pengunjuk rasa membentangkan spanduk yang bertuliskan“Mobil batu bara penyebab sumber kemacetan dan bahaya dijalan raya”
Warga Desa Lingga juga meneriakan agar kendaraan angkutan batubara silahkan menggunakan jalan sendiri, khusus angkutan batubara. Tegas nya
(SB.AB/Edit.Hr/Tim)