Sederetan Kasus Dugaan Korupsi di Bima Dalam Proses Polda dan Kejati NTB

SERGAP.CO.ID

MATARAM NTB || Ada sejumlah kasus di Kabupaten/Kota Bima masuk dalam Polda NTB dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Catatan NTB Satu, setidaknya ada lima kasus terakhir yang menjadi temuan Polda maupun Kejati NTB.

Bacaan Lainnya

Dilansir berita NTBSatu edisi 2/4/2023, Kelima kasus tersebut yakni:

  1. Kasus delapan BUMD Bima tahun 2015 hingga 2021
    Kejaksaan menerima laporan adanya penyelewengan anggaran delapan BUMD Bima dari 2015 hingga 2021 pada 20 Februari 2023 lalu. Menindaklanjuti hal itu, Kejaksaan meningkatkan status kasus ke tahap penyelidikan.

Dalam laporan tersebut, Bupati Bima, Hj. Indah Dhamayanti Putri telah mengalokasikan anggaran sebanyak Rp90 miliar kepada delapan BUMD selama tujuh …
[21.26, 2/4/2023] Sukirman Obama SGP NTB: Badan Pengawasan Keuangan (BPK) dalam auditnya menemukan kekurangan Rp400 juta lebih dari total anggaran Rp3,9 miliar. Kekurangan tersebut bersumber dari DAK. Penemuan itu dihitung dari kekurangan volume, bahan kayu dan spek mesin kapal.

Anggota DPRD Kabupaten Bima, Edy Muhlis mengatakan, Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri turut menerima setoran uang proyek Rp275 juta, yang diserahkan mantan Kepala Dinas Perhubungan Bima, Safrudin.

Sejauh ini, kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan dari penyelidikan. Surat penugasan untuk menyidiki kasus kapal ini tertuang dalam surat nomor SP-Gas/12/V/2022 Ditreskrimsus Polda NTB.

  1. Kasus Subsidi Pupuk
    Tahun 2021 CV Rahmawati mendapat jatah pupuk subsidi sebanyak 15.000 ton untuk 7 kecamatan di Bima. Sementara tahun 2022, jatah pupuk mereka dikurangi menjadi 6.000 ton untuk wilayah Kecamatan Belo, Bolo, Donggo dan Soromandi.

Penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2021 diduga bermasalah. Petani mengeluhkan kelangkaan disertai harga pupuk bersubsidi yang mahal.

Selain itu, pupuk bersubsidi jenis urea dijual melebihi HET. Contohnya, di Kecamatan Donggo dan Soromandi. Oknum pengecer diduga menjual pupuk urea bersubsidi isi 50 kilogram dengan harga Rp125 ribu hingga Rp130 ribu.

Para pengecer juga tidak pernah memberikan nota atau kuitansi pembelian kepada petani. Mereka diduga menjual Pupuk bersubsidi juga secara ilegal. Satu sak pupuk urea dilepas seharga Rp220 ribu.

Dalam kasus ini, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB, telah menetapkan satu tersangka, yakni Direktur CV. Rahmawati, inisial I. Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah kasus tersebut berjalan satu tahun di Kepolisian.

Selama proses penanganan kasus pupuk ini, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya, Sekda Bima, HM Taufik HAK selaku Ketua Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (K3), Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Bima Hj Nurma, anggota K3 Bima, dan sejumlah distributor pupuk subsidi wilayah Bima.

  1. Kasus Sewa Eksavator
    Dalam kasus sewa alat berat ini, ada dugaan duplikat anggaran. Satu objek proyek namun dibuat dua laporan pertanggungjawaban. Satu laporan dari Dinas PUPR, ada juga dari Bina Program Setda Bima.

Penyidik Kejati NTB memastikan kasus dugaan penyimpangan pada sewa alat berat eksavator di Pemkab Bima sudah dinaikkan ke tahap penyelidikan.

Berdasarkan data LPSE Kabupaten Bima, belanja sewa eksavator dikerjakan melalui Setda Bima. Anggaran tersebut berasal dari APBD dan pengerjaannya oleh CV. S yang bermarkas di Kota Bima.

Tahun 2018, sewa alat berat nilai kontraknya Rp 498 juta, kemudian tahun 2019 Rp 499 juta dan tahun 2020 Rp 500 juta. Budget tidak hanya dari APBD murni, sebab informasi lain menyebutkan pada APBD Perubahan juga dianggarkan untuk item pekerjaan yang sama.

Kemudian, Tahun 2021 Setda Bima kembali menganggarkan untuk belanja sewa yang sama dengan nilai kontrak Rp 498 juta yang kembali dimenangkan CV. S. Dugaan duble budgeting inilah yang didalami Kejaksaan.

  1. Proyek Jalan Rp10,49 Miliar
    Masyarakat melaporkan dugaan penyimpangan pada proyek jalan Rp10,49 miliar di Kabupaten Bima kepada Kejaksaan Tinggi NTB.

Proyek itu dikerjakan pada 2021 lalu di Kecamatan Lambu. Objeknya, mulai dari jalur Ncera-Sorimila, Sorimila-Sorina’e, dan Papa-Nggelu.

Masyarakat menganggap jalan yang dikerjakan PT Budi Mas tersebut asal-asalan. Beberapa item pekerjaan diduga tidak sesuai perencanaan. Antara lain, kerikil aspal, ketebalan aspal hingga luas dan lebar aspal.

Dalam laporan tersebut, turut melaporkan nama Bupati Bima, Hj Indah Dhamayanti Putri dan mantan Kadis PUPR, Ir. Nggempo.

Sesuai dengan hasil penelusuran di laman resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Bima, proses lelang dimulai pada 1 Februari 2021.

Pagu anggaran dari proyek yang berada di bawah Satuan Kerja (Satker) Dinas PUPR Kabupaten Bima ini bernilai Rp10,55 miliar.

Dari proses lelang muncul 9 perusahaan peserta dengan pemenang berkontrak PT Budi Mas asal Kota Mataram yang mengantongi nilai kontrak Rp10,49 miliar.

(Editor : Obama)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *