Berpuasa Bersama Pemerintah

Penentuan Ramadhan Bersama Pemerintah

Pertanyaan:

Asalamu’alaikum

Bagaimana menyikapi polemik penentuan 1 Ramadhan dan satu Syawal yang kemungkinan berbeda pada tahun ini?

Berdosakah bagi kami yang tidak mengikuti ketetepan pemerintah terhadap penentuan satu Syawal tahun lalu, mengingat kami lebih meyakini ketetapan salah satu ormas, dimana mayoritas negara muslim juga menetapkan satu Syawalnya sama dengan ormas tersebut?

Terima kasih atas penjelasanya.

Jazakumullah

Dari: Addin

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Keberadaan berbagai ormas dan thariqat di Indonesia yang diizinkan untuk menetapkan awal bulan, selamanya akan menjadi pemicu perselisihan dalam menentukan awal bulan. Lebih-lebih, ketika masing-masing memiliki metode yang berbeda. Pada ujungnya, perselisihan ini bukan hanya dilatarbelakangi perbedaan metode penetapan hilal, tapi bisa jadi sampai merambah pada ranah politik dan gengsi golongan.

Setidaknya ada 3 bulan penting yang menjadi acuan kaum muslimin dalam beribadah, bulan Ramadhan, terkait ibadah puasa mereka, bulan Syawal, terkait waktu shalat Idul Fitri, dan bulan Dzulhijah, terkait waktu puasa Arafah, berkurban serta shalat Idul Adha.

Terlepas dari metode yang digunakan masing-masing ormas, hal terpenting yang perlu kita pertanyakan, siapakah yang berwenang dan memiliki otoritas untuk menetapkan awal bulan yang terkait dengan waktu ibadah bagi kaum muslimin?

Barangkali ada yang menjawab, semua ini dikembalikan kepada ijtihad masing-masing ormas, sehingga masing-masing berhak untuk menetapkan awal bulan sesuai ijtihadnya.

Jika demikian jawabannya, tidak bisa kita bayangkan, andaikan Mekah-Madinah ada di Indonesia. Masyarakat muslim yang behaji di Indonesia akan melakukan wuquf di Arafah pada hari yang berbeda-beda. Pertama yang wukuf: penganut thariqat An-Nadzir, besoknya penganut thariqat Naqsabandiyah, disusul berikutnya anggota ormas Muhammadiyah, di hari yang keempat pemerintah bersama NU, dan wukuf paling akhir, NU salafiyah.

Sehingga, mungkin satu hal yang patut kita syukuri, Allah tidak meletakkan situs perjalanan ibadah haji di Indonesia. Susah untuk dibayangkan, bagaimana carut-marutnya umat jika wukufnya berbeda-beda.

Untuk itu, satu hal penting yang patut kita pahami, bahwa di sana ada ibadah yang hanya bisa dilakukan secara berjamaah. Dilakukan bersama seluruh kaum muslimin. Semacam kapan puasa, kapan Idul Fitri, kapan Idul Adha, kapan wukuf di Arafah, dan beberapa ibadah lainnya.

Sementara ibadah yang bersifat jamaah semacam ini, tidak mungkin bisa disatukan, kecuali melalui pemerintah. Karena satu ormas tentu saja tidak mungkin mampu melakukan demikian, kecuali hanya untuk segelintir anggotanya.

Diantara dalil yang membuktikan hal ini:

Pertama, Allah menjadikan hilal sebagai acuan waktu ibadah bagi seluruh manusia

Allah berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Jawablah, hilal adalah mawaqit (acuan waktu) bagi manusia dan acuan ibadah haji.” (QS. Al-Baqarah: 189).

Karena itulah, hilal disebut hilal, sebab dia ustuhilla bainan-nas (terkenal di tengah masyarakat).

Syaikhul Islam mengatakan:

وَالْهِلَالُ اسْمٌ لَمَا اُسْتُهِلَّ بِهِ فَإِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْهِلَالَ مَوَاقِيتَ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَهَذَا إنَّمَا يَكُونُ إذَا اسْتَهَلَّ بِهِ النَّاسُ وَالشَّهْرُ بَيِّنٌ

“Hilal adalah nama (acuan waktu) ketika dia terkenal. Karena Allah jadikan hilal sebagai acuan waktu bagi seluruh umat manusia dan untuk acuan haji. Dan semacam ini hanya bisa terjadi ketika dia dikenal masyarakat dan sangat masyhur.” (Majmu’ Fatawa, 6:65)

Lebih dari itu, kita punya kaidah terkait perselisihan yang menyangkut kepentingan kaum muslimin:

حكم الحاكم يرفع الخلاف

“Keputusan pemerintah, itu memutus perselisihan.”

[Kaidah ini disebutkan At-Taqrir wa At-Tahrir, 6/183, Ghamzu Uyun Al-Bashir Syarh Al-Asybah wa An-Nadzir, 5/217]

Kita anggap bahwa masing-masing ormas berhak berijtihad. Lalu apakah masyarakat bebas memilih ormas yang dia gandrungi? Bukan demikian solusi yang tepat. Ijtihad dan keputusan ormas tidak belaku, ketika pemerintah menetapkan keputusan yang berbeda dengannya. Dan selanjutnya, itu yang menjadi keputusan negara.

Allahu a’lam

Pos terkait

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.