Apa Yang Di Maksud Dengan Wartawan Bodrex

SERGAP. CO.ID

BIMA NTB, || Dikutip dari tulisan seorang penulis bernama Lere Luru tentang Istilah Wartawan Bodrex. Itu wartawan nggak jelas dan datangnya selalu berombongan, persis iklan “barisan Bodrex” jaman kuno. Katanya.

Jadi begini. Di Indonesia itu, banyak nara sumber atau lembaga, kalau bikin konferensi pers atau acara dan semacamnya, kasih amplop bagi wartawan yang meliput. Saya tidak tahu ini tradisi sejak kapan.

Tentu tidak semua wartawan menerima dan tidak semua media membolehkan. Di grup Tempo (yang dulu punya majalah, koran, dan media online) misalnya, ini terlarang keras. Kalau terima, ya langsung tolak. Kalau nggak bisa nolak, risih dibilang sok bersih sama wartawan lain dan sebagainya. bawa ke kantor. Nanti sama kantor, dikembalikan ke si pemberi.

Belasan tahun lalu, di kantor Koran Tempo, saya pernah lihat tempelan daftar amplop yang dikembalikan seminggu terakhir. Jadi, rupanya oleh kantor Tempo, pengembalian direkap setiap minggu sama. Katanya dikembalikan via wesel pos. Saya tidak tahu bagaimana sekarang. Tutur lere luru.

Nilai amplop yang dikembalikan itu ada yang ratusan ribu rupiah tapi ada yang jutaan (dan ini belasan tahun silam, saat dolar masih di bawah Rp 10 ribu).

Nah, saat sebagian menolak, ada orang yang bukan wartawan tapi tahu “cara kerja” wartawan ini. Mereka bukan wartawan, tapi datang ke konferensi pers dan acara-acara resmi. Targetnya, ya mendapatkan amplop uang itu.

“Di masa lalu, saya pernah baca di mana gitu, mereka sering disebut WTS (wartawan tanpa suratkabar)”.

Tentu pekerjaan ilegal ini relatif berbahaya. Jadi, mereka datang berombongan, mungkin lima atau 10 orang. Karena berombongan itu, mereka mengingatkan seperti “barisan Bodrex” di iklan obat pusing ini.

Tapi, wartawan Bodrex ini kadang “main solo”. Saya kenal orang, yang cerita pernah punya kerja menemani wartawan Bodrex. Jadi ia dan si wartawan gadungan itu, akan datang ke sekolah ini atau lembaga itu. Intinya mereka minta duit, kalau tidak dikasih, ancam mau beritakan ini atau itu.

DEWAN PERS SETUJU WARTAWAN GADUNGAN DITANGKAP POLISI

Di lansir berita ANTARA News, Ketua Dewan Pers, setuju pihak organisasi wartawan di berbagai daerah bersama polisi menangkap wartawan gadungan, jika ditemukan sedang melakukan kegiatan yang tidak sesuai kode etik jurnalistik, seperti pemerasan.

“Silakan tangkap saja, jangan dibiarkan berkeliaran karena mengganggu profesi jurnalistik”

Dalam lokakarya Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang diselenggarakan Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) bersama Dewan Pers, ia mengemukakan, biasanya kebanyakan di daerah-daerah, banyak wartawan tidak jelas medianya yang berkeliaran ke desa-desa, sekolah-sekolah dan instansi pemerintah dengan alasan konfirmasi namun ternyata mereka meminta ongkos.

Bahkan, terkadang mereka berani melakukan tindakan pemerasan kepada narasumber. “Kasus seperti ini sering terjadi. Pungkasnya.

Senada yang di sampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Media Independent Online (MIO) Indonesia Kota Bima Sukirman Obama, Juga meminta kerjasama Wartawan dan Aparat Kepolisian agar menangkap oknum wartawan Gadungan.

“Saya perintahkan tangkap saja mereka,” kata Obama.

Oleh sebab itu, kata dia, peran organisasi wartawan di daerah maupun di pusat sangat penting untuk dijalankan dengan tujuan melakukan kontrol terhadap internal anggotanya dalam melakukan kegiatan jurnalistik.

Selain memberikan advokasi dan perlindungan terhadap kerja wartawan, jika berhadapan dengan masalah hukum dalam melakukan tugasnya.

Ia mengatakan, wartawan gadungan atau wartawan yang tidak jelas medianya tersebut, sangat mengganggu kerja wartawan yang benar-benar menjalankan kegiatan jurnalistik.

Oleh karena, di era kebebasan pers saat ini, seseorang sangat mudah untuk mendapatkan kartu pers, meskipun mereka tidak memiliki media massa.

“Organisasi pers di pusat dan daerah agar lebih intensif menghadapi persoalan konkret seperti ini. Kalau ada kesulitan segera lapor ke dewan pers,” kata Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Padjajaran.

Undang-Undang Pers No.40 tahun 1999 yang merupakan undang-undang organik dari UUD 1945. Sehingga, jika ada kasus berkaitan dengan pers, harus diproses menggunakan UU tersebut,” kata Mantan Ketua Mahkamah Agung.

(Reporter: Obama)

Pos terkait

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.