SERGAP.CO.ID
JAKARTA, || Kuasa Hukum Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), Umbu Rudi Kabunang melayangkan somasi terhadap sejumlah media yang diduga melakukan pemberitaan yang patut diduga telah mencemarkan nama baik ketua MPR RI.
“Saya selaku Kuasa Hukum Ketua MPR RI mensomasi media-media yang mana dalam memuat pernyataan klien kami dengan secara melanggar Kode Etik Jurnalistik. Memelintir berita, telah mencemarkan nama baik klien kami, dan memuat berita tanpa konfirmasi kepada klien kami. Dan untuk hal ini kami akan lakukan tindakan hukum jika tidak ada permohonan maaf serta menghentikan tindakan yang dimaksud. Karena klien kami telah mengklarifikasi bahwa pernyataannya itu merupakan hal wajar. Kami somasi para media yang sudah memelintir,” sebut Umbu Rudi Kabunang kepada Sergap.co.Id. Rabu, (14/12/2022).
Umbu Rudi Kabunang mengatakan, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjelaskan pernyataannya soal Pemilu serentak 2024 perlu diperhitungkan kembali. Bamsoet menyebut pernyataannya itu hanya ajakan untuk berpikir.
Bamsoet menepis anggapan Pemilu untuk ditunda. Penundaan itu bisa terlaksana, kata dia, jika ada faktor mendesak seperti bencana alam atau perang.
“Melintirnya kejauhan. Yang minta pemilu ditunda siapa? Tahapan pemilu sedang berjalan. Kecuali ada sesuatu hal yang luar biasa sebagai mana diatur dalam konstitusi dan UU. Misalnya, faktor alam dan non-alam, perang dan lain-lain yang membuat pemilu tidak bisa dilaksanakan seluruhnya atau sebagian,” sebutnya.
Dijelaskan Umbu Rudi Kabunang, pernyataan Pemilu serentak untuk dihitung Kembali. “Maksud klien kami sebagai bentuk diskusi terbuka dengan publik. Ia menegaskan keputusan tetaplah mengikuti konstitusi. Ketua MPR RI sudah buka diskursus publik. Silakan utarakan tanpa kemarahan. Yang pasti, konstitusi kita sudah mengatur dengan jelas, Pemilu dilakukan setiap lima tahun. Masa jabatan Presiden lima tahun, maksimal dua periode,”
Ia mengatakan, kilennya Bamsoet menyebut untuk mengubah atau mengamandemen keputusan itu bukan perkara yang mudah. Harus ada alasan yang jelas disertai argumentasi dan kajian akademis.
“Tidak hanya itu, syarat pentingnya adalah harus didukung sekurang-kurangnya 1/3 anggota MPR yang berjumlah 711 dari 9 Fraksi di DPR, dan 136 anggota DPD. Serta, untuk mencapai qorum harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR. Jadi tidak mudah. Satu atau dua fraksi saja tidak hadir, sidang MPR tidak dapat dilanjutkan,” katanya.
Umbu Rudi Kabunang menyebut, Ketua MPR RI memastikan saat ini MPR tak ada keputusan untuk mengambil jalan amandemen. Ia mempersilakan pihak yang kontra untuk menyampaikan argumentasi dengan landasan.
“Bagi yang tidak setuju, silahkan dengan argumentasinya. Yang pasti, klien kami sebagai Ketua MPR RI telah sepakat tidak mengambil jalan amandemen untuk menghadirkan kembali PPHN (Pokok-pokok Haluan Negara) sebagai cetak biru atau bintang pengarah bagi kepemimpinan Indonesia dalam jangka panjang, agar berkesinambungan dan berkelanjutan,” katanya.
Umbu Rudi Kabunang mengingatkan para media agar tidak lagi mencemarkan nama baik dan kehormatan kliennya Ketua MPR RI termasuk Harian Terbit. “Kami akan lakukan tindakan hukum lebih lanjut demi kehormatan klien kami,” tegas Umbu Rudi Kabunang.
Bukti sebagai ajakan diskusi yang mana Pakar Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra ikut berpendapat, penundaan pemilu 2024 dapat terlaksana asalkan mendapat keabsahan dan legitimasi dengan menempuh tiga cara. Pertama, amandemen UUD 1945. Kedua, presiden mengeluarkan dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner. Ketiga, menciptakan konvensi ketatanegaraan (constitutional convention) yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara.
“Ketiga cara ini sebenarnya berkaitan dengan perubahan konstitusi, yang dilakukan secara normal menurut prosedur yang diatur dalam konstitusi itu sendiri, atau cara-cara tidak normal melalui sebuah revolusi hukum, dan terakhir adalah perubahan diam-diam terhadap konstitusi melalui praktik, tanpa mengubah sama sekali teks konstitusi yang berlaku,” ujarnya dilansir dari www.hukumonline.com.
Wakil Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia era Presiden Abdurrahman Wahid ini menilai, landasan paling kuat dalam memberikan legitimasi terhadap penundaan pemilu, konsekuensinya berupa perpanjangan masa jabatan presiden dan wapres, MPR, DPR, DPD dan DPRD. Caranya itu tadi, dengan mengamandemen UUD 1945. “Jelasnya.
(Mss**)