SERGAP.CO.ID
PADANG SUMBAR, || Proses Hukum Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan APD Covid-19 Kota Payakumbuh telah sampai pada pembacaan Pledoi dari Terdakwa pada tanggal 18 Juli 2022 yang lalu. Dalam persidangan tersebut, Terdakwa membacakan lembar demi lembar Pledoi yang disusunnya dengan bahasa dan kata-kata yang sangat sederhana dan jujur.
Saya sebagai seorang Penyuluh Antikorupsi sangat terpukul dengan poin-poin penting dari Pledoi yang dibacakan itu, bahkan dari Pledoi yang dibacakan oleh Terdakwa dengan suara lantang dan tegas itu seharusnya Penuntut Umum sadar akan kesalahan dan kekeliruan yang terjadi sejak proses penyidikan sampai dengan penuntutan.
Saya sependapat dengan fakta-fakta persidangan yang diuraikan oleh Terdakwa didalam Pledoinya, dimulai dari peristiwa dimana Covid-19 sangat mengancam keselamatan Masyarakat Kota Payakumbuh pada tahun 2020, sampai dengan peristiwa hilangnya tanggung jawab dari pengambil kebijakan yang kemudian dijalankan oleh Terdakwa, sehingga dirinya diseret dan dipaksa untuk duduk dikursi pesakitannya.
Di Negara ini yang paling utama adalah kepentingan orang banyak atau Masyarakat, sehingga langkah apapun harus diutamakan untuk menyelamatkan nyawa Masyarakat. Itulah yang dilakukan Terdakwa pada saat berjuang untuk menanggulangi Covid-19 bersama dengan SATGAS di Kota Payakumbuh yang sudah berstatus Zona Kuning pada saat itu, dan apa yang dilakukan oleh Terdakwa dengan cara mengadakan dan mendistribusikan APD Covid-19 sama sekali tidak ada tujuannya untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain ataupun korporasi, sebab pada kenyataannya yang diuntungkan itu adalah Masyarakat yang merupakan Negara itu sendiri, kenapa perbuatan yang menguntungkan Negara hari ini justru diadili dipersidangan?.
Dari Dakwaan yang telah dibacakan dimuka persidangan sebelumnya, lalu kita hubungkan dengan Tuntutan yang dibacakan dimuka persidangan juga, maka sudah sangat jelas dan nyata bahwa Penuntut Umum tidak bisa membuktikan Dakwaannya. Justru yang dibuktikan oleh Penuntut Umum didalam Tuntutannya adalah peristiwa yang sama sekali tidak tertuang didalam Dakwaan.
Hakim dalam memutus perkara tidak boleh keluar dari peristiwa yang diuraikan didalam Dakwaan, sehingga Tuntutan harus dikesampingkan oleh Hakim, karena Tuntutan sangat berbeda dengan peristiwa yang diuraikan didalam Dakwaan.
Dalam hal kerugian Negara juga, Penuntut Umum tidak bisa membuktikan kerugian Negara yang terjadi benar-benar nyata atau Actual Loss, sebab yang dimaksud oleh Penuntut Umum ternyata kerugian yang bersifat potensi atau terindikasi, padahal Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan bahwa kerugian Negara didalam Perkara Korupsi adalah kerugian Negara yang Actual Loss, dan itu harus dibuktikan oleh Penuntut Umum terlebih dahulu sebelum perkaranya diajukan ke Persidangan.
Oleh karena Penuntut Umum tidak bisa membuktikan Dakwaannya, maka Terdakwa harus dibebaskan dari segala Dakwaan Penuntut Umum, kalau Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman, maka hal itu bukan berdasarkan Dakwaan dan fakta-fakta persidangan.
Negara tidak boleh menghukum siapapun yang tidak bersalah, sebab di Negara kita ini lebih baik melepaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Setalah melihat dan menyaksikan Penuntut Umum tidak bisa membuktikan Dakwaannya, saya melihat perkara ini sebenarnya bukan tentang pemberantasan korupsi, melainkan pemberantasan lawan politik.
Perkara ini sangat kental dengan kepentingan politik, sehingga Saya bersama Garda Muda Nusantara akan memohon Atensi dari Badan Pengawas Mahkamah Agung RI agar memberikan pengawasan dan perhatian khusus untuk perkara ini, sehingga nantinya Putusan yang dibacakan Hakim tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik, tetapi murni putusan yang bersumber dari fakta-fakta persidangan dan peristiwa yang sebenar-benarnya.
(Zam)