SERGAP.CO.ID
JAKARTA, || Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti pembelajaran tatap muka (PTM) yang mulai berjalan sekitar satu bulan di Indonesia. Berdasarkan laporan, terdapat sejumlah klaster Sekolah COVID-19 yang dilaporkan di awal pada September.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi VIII DPR RI Lisda Hendrajoni menyayangkan sikap pemerintah yang seolah-olah menjadikan anak sebagai percobaan. Lisda menilai, Pemerintah harus tegas dalam mengambil keputusan terutama terkait pembelajaran tatap muka (PTM).
“Jangan pernah menukarkan keselamatan anak dengan apapun. Seharusnya jika memang situasi belum memungkinkan, pelaksanaan PTM bisa ditunda hingga beberapa bulan kedepan, sampai herd imunity betul-betul terbentuk di Indonesia,” ucap Lisda.
Menurut Lisda berdasarkan data, saat ini kasus kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia masuk kedalam peringkat tertinggi di dunia. Seharusnya ini menjadi sebuah pertimbangan dalam memulai PTM di Indonesia.
“Jadi jangan kayak dicoba-coba. Kalau udah ada korban, lalu diberhentikan lagi (PTM). Karena ini sangat bergantung dengan keselamatan anak, terutama pada daerah yang tingkat vaksinasinya masih rendah,” ungkap Anggota Komisi VIII yang membidangi perlindungan anak tersebut.
Sejumlah daerah di Indonesia khususnya masih sangat rendah angka vaksinasinya, seperti kasus yang terjadi di Sumatera Barat beberapa waktu silam, Klaster sekolah muncul di salah satu SMA, tepatnya di kota Padang Panjang.
“Angka vaksinasi di Sumbar masih bekisar pada angka 19%. Ini kan masih rendah dibawah angka nasional yakni 21%. Terbukti dengan munculnya Klaster baru sebanyak 54 siswa di SMA 1 Kota Padang Panjang. Jelas ini sebuah kebijakan yang cukup fatal yang mengorbankan keselamatan anak,” tegas wakil rakyat dari Sumatera Barat tersebut.
Lisda berharap khusus untuk daerah-daerah tertentu, PTM hendaknya diawasi secara ketat. Para peserta didik yang tidak memenuhi syarat untuk mengikuti PTM harap diberi pelayanan khusus agar tidak tertinggal pelajaran.
“Seluruh pihak harus tetap waspada jangan sampai kasus positif covid yang dalam beberapa pekan ini telah menurun, akhirnya naik lagi karena kebijakan PTM,” ujarnya.
Terkait Vaksinasi, Lisda menegaskan perlu adanya penanganan khusus bagi daerah yang masih rendah angka capaiannya. Hal ini menyangkut dengan varian baru yang sudah mulai masuk ke Indonesia, dan disinyalir jauh lebih berbahaya dari varian sebelumnya.
“Perlu sosialisasi khusus tentang pentingnya vaksinasi covid. Pendekatan kepada pemuka agama perlu dilakukan agar jangan sampai warga merasa bangga karena menolak vaksinasi,” sambungnya.
Terakhir menurutnya jika memang belum siap untuk melaksanakan PTM, sebaiknya jangan dipaksakan dengan alasan takut anak ketinggalan pelajaran. Seharusnya metoda pembelajaran yang harus diadaptasi dengan perubahan, dan peran orang tua tentu saja menjadi hal yang paling utama.
“Dimanapun anak-anak kita belajar, perubahan adalah hal yang tidak bisa dihindari. Proses adaptasi dalam mengatasi perubahan tersebut menjadi pembelajaran buat mereka,” pungkasnya.
(WH)