SERGAP.CO.ID
OPINI, || Di saat hampir seluruh sumber daya fokus pada pembangunan infrastruktur, ada baiknya juga untuk terus melakukan berbagai upaya menuju negara yang berdaulat secara pangan. Indonesia sudah merdeka sekitar 76 tahun, tetapi sangat miris ketika melihat fakta masih ada masyarakat yang mengalami kurang gizi sehat. Fenomena ini seyogiayanya menjadi renungan bersama untuk sama – sama menentukan arah pembangunan yang menyentuh rasa keadilan yang fundamental bagi rakyat, yaitu keadilan pangan. Di saat yang bersamaan tentunya kita pun harus berfikir ekstra keras agar 76 tahun Indonesia merdeka ini harus semakin mendekati arah kedaulatan pangan, dimana pangan yang tersedia di masyarakat idealnya dipenuhi dari hasil produksi petani di dalam negeri sendiri, dan bukan hasil import pangan. Tentu hal ini tidak bisa dilakukan secara serta merta, tetapi harus ada tahapan proses yang jelas, terarah dan transparan demi meningkatkan kesejahteraan para petani dan keadilan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia yang merata dari Sabang sampai Merauke.
Landasan hukum yang tertuang dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, seharusnya menjadi pijakan agar setiap pemangku kepentingan dan pemangku kewajiban tidak ragu – ragu dalam membuat kebijakan yang merujuk pada arah terbentuknya negara atau daerah yang berdaulat secara pangan. Jangan ada lagi keraguan, tetapi harus TEGAS dan TERARAH menuju negara yang berdaulat secara pangan, minimal bisa berdaulat di tingkat propinsi atau kabupaten / kotanya masing – masing.
Berhubung aktor utama masalah pangan adalah para petani yang senantiasa tegar berdiri di garda terdepan, maka hak dan akses petani kepada seluruh sumber daya pertanian mencakup lahan, air, sarana produksi, teknologi, dan pemasarannya harus menjadi landasan dan fokus kebijakan seluruh aparatur pemerintah, baik dari Pusat sampai desa. Dialog – dialog terbuka, duduk lesehan di pinggir – pinggir pesawahan harus banyak dilakukan oleh seluruh aparatur terkait agar memahami betul keluh kesah permasalahan yang dihadapi para petani. Semua harus dijadikan input penting dan harus direspon secara cepat oleh Pemerintah berupa kebijakan yang memiliki keberpihakan kepada para petani.
Pada dasarnya ketersediaan pangan telah menjadi isu sentral yangbukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga sudah menjadi pembahasan internasional. Basis berfikirnya adalah kenaikan jumlah penduduk di dunia yang tinggi tidak bisa diimbangi oleh ketersediaan lahan yang produktif, malah sebaliknya cenderung terjadi pengurangan lahan produktif karena alasan pembangunan, perumahan, dan alih fungsi lahan yang tidak terencana. Belum lagi alih profesi petani yang cukup masif menjadi tenaga buruh di pabrik – pabrik dan profesi lainnya. Sementara itu konsep diversifikasi produk pangan juga belum bisa diimplementasikan sepenuhnya, karena menyangkut kebiasaan, selera, harga, dan sebagainya. Ketergantungan pangan dapat berarti terbelenggunya kemerdekaan bangsa dan rakyat terhadap negara lain, atau kelompok kekuatan–kekuatan ekonomi lainnya.
Kedaulatan Pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal. Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Artinya, kedaulatan pangan sangat menjunjung tinggi prinsip diversifikasi pangan sesuai dengan budaya lokal yang ada. Kedaulatan pangan juga merupakan pemenuhan hak manusia untuk menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang lebih menekankan pada pertanian berbasis kearipan lokal.
Kedaulatan pangan adalah hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri, sukarela dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional, atau tangan – tangan koorporasi yang terkadang hanya mempertimbangkan keuntungan kelompoknya semata.
Dalam konteks ini keberpihakan demi pemenuhan keadilan pangan seluruh rakyat harus menjadi pijakan fundamental yang dipedomani oleh seluruh pemangku kewenangan. Untuk itulah berbagai terobosan harus terus dilakukan seperti Pembaruan Agraria, hak akses rakyat terhadap pangan. penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan, pembatasan penguasaan lahan dan pangan oleh korporasi, dan lain sebagainya.
Dalam realisasinya, kedaulatan pangan akan tercapai apabila petani sebagai penghasil pangan memiliki, menguasai dan mengkontrol alat-alat produksi pangan seperti tanah, air, benih dan teknologi serta berbagai kebijakan yang mendukungnya dalam bingkai pelaksanaan pembaruan agraria. Hal ini perlu disertai dengan melaksanakan pertanian rakyat yang berkelanjutan bukan saja untuk memperbaiki kualitas tanah, lingkungan dan produksi yang aman bagi kesehatan manusia.
Gerakan kedaulatan pangan harus terus didengungkan dan disosialisasikan secara sungguh – sungguh, masif, terstruktur, etrencana dan tak mengenal lelah. Proses menggugah kesadaran secara kolektif bukanlah proses yang sekali jadi, tetapi pasti akan berproses, terus berproses dan berkesinambungan. Isi pokok fikiran yang terkandung dalam UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan seyogiayang benar – benar bisa dilakukan dengan pengawasan yang ketat guna mencegah terjadinya konversi lahan pertanian ke non pangan.
Untuk itulah Prawita GENPPARI sebagai organisasi Pegiat Ragam Wisata Nusantara banyak melakukan inovasi kepariwisataan dengan mengembangkan wisata edukasi berbasis 4P, yaitu Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan Peternakan. Semua program – program tersebut sebagai manifestasi konkrit keberpihakan logik dalam rangka turut mendukung program kedaulatan pangan agar Indonesia bisa semakin mandiri dalam pemenuhan pangannya dan juga mampu memberikan jaminan keadilan pangan bagi seluruh rakyatnya. Prawita GENPPARI secara berkesinambungan selalu mengingatkan dan tampil di garda terdepan dalam membela kemanidirian pangan nasional. Meski berdiri tanpa digaji, berjalan tanpa bantuan, tetap tegar membela marwah dan kehormatan agar bangsa Indonesia memiliki Kedaulatan Pangan.
(***)