Dede Farhan Aulawi Jelaskan Karakteristik“Contemporary Leader”

SERGAP.CO.ID

BANDUNG, || Sangat menarik untuk menyimak ucapan Plousha Moore seorang Chief Human Resources Officer Carolinas HealthCare System, yang mengatakan :
“Helping people surpass their limits – that helps you grow and you surpass your limits “.
“Membantu orang agar mampu melampaui batas mereka – itu akan membantumu tumbuh melampaui batas kemampuanmu ”.

Bacaan Lainnya

Dia juga tidak pernah menggunakan istilah “staf” atau “karyawan” atau “bawahan” atau “anggota”. Dia lebih banyak menggunakan istilah “tim” dan selalu berbicara untuk menyertakan “rekan satu tim”.

Hal tersebut merupakan salah satu ciri pemimpin kontemporer, yaitu pembuat perubahan organisasi yang membina “tim-nya”untuk belajar memanfaatkan beragam bakat dan sudut pandang mereka dalam rangka melakukan perbaikan organisasi secara berkesinambungan. Dia mendefinisikan pemimpin kontemporer seperti ini :

“A contemporary leader is a leader who uses personal influence to develop and inspire people to achieve organizational goals and make a difference in the community.”
“Pemimpin kontemporer adalah pemimpin yang menggunakan pengaruh pribadi untuk mengembangkan dan menginspirasi orang untuk mencapai tujuan organisasi dan membuat perbedaan dalam komunitas.”

Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan karakteristik seorang pemimpin tradisional, yang mana menilustrasikan seperti mereka yang bisa berlari paling cepat, menghabiskan waktu paling banyak, bekerja paling keras, dan mengharapkan anggaran terbesar. Dia menghabiskan tahun-tahun sebagai pemimpin di kantor, bahkan kadang merasa bangga jika bisa mengirim email atau pesan wa pada jam 2 pagi, untuk menunjukkan bahwa pada saat larut malam saja dia masih bekerja.

Pemimpin Contempor (Contemporary Leader) tidak akan berpikir untuk mengirim email / pesan wa ke rekan satu timnya lebih awal dari jam 7 pagi atau lebih dari jam 7 malam. Dia akan menelepon seseorang di timnya jika keadaan darurat, tetapi dia akan meminta maaf dan menanyakan apakah rekan setim itu akan membantu dan menerima panggilan tersebut, karena pemimpin kontemporer tidak harus secara rutin mengganggu jam kerja tim untuk menyelesaikan pekerjaan. Di sini seorang pemimpin juga dituntut mengerti dan paham akan “etika kepemimpinan” dan juga batasan – batasan privasi rekan satu tim-nya.

Apalagi jika kita berkesempatan untuk membaca buku “The Fifth Discipline: The Art & Practice of the Learning Organization” (1990) dan “Influencer : The New Science of Leading Change” (2013). Dimana ada hal yang menarik terkait dengan beberapa poin penting dari “Influencer” sebagai berikut :

Manfaatkan IQ tim – “Kita selalu, selalu lebih pintar saat (mendengarkan) suara orang di sekitar kita”. Kumpulkan pendapat dari berbagai orang jauh sebelum target tugas dan tanggung jawab harus diselesaikan.

Memahami keseimbangan – “Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Kita mungkin merasa punya semuanya, tetapi kita tidak bisa mendapatkan semuanya pada waktu yang sama dengan tingkat intensitas yang sama “. Oleh karena itu disarankan untuk mengasah keterampilan dalam menetapkan prioritas pribadi dan kemudian menyusun strategi bagaimana menegosiasikannya dengan organisasi.

Berperan sebagai panutan publik – Pertama, pahami bahwa, sebagai pemimpin, kita adalah figur publik dan orang akan tertarik dengan apa yang kita katakan dan lakukan. Tunjukkan kepada orang lain, melalui kemurahan hati kita, bahwa memberi kembali adalah prioritas. Kita harus bisa mengatakan, “Ini yang kita ambil, dan ini yang kita berikan.”

Tantangan para pemimpin masa kini dan masa depan adalah untuk berpikir secara berbeda, relevan, dan beradaptasi terhadap perubahan di berbagai usia dan tahapan, yaitu :
25-35 tahun – Fokus pada penguasaan kapabilitas dan kompetensi pribadi. Gali lebih dalam untuk mencari tahu apa yang ingin kita lakukan dari waktu ke waktu dan taruh dalam perspektif hidup kita.

35-45 tahun – Mulai membangun tim, memberi kepada komunitas, dan membuat kegiatan yang bermanfaat buat tim.
45-50 tahun – Jadilah mentor dan ciptakan warisan luhur yang bermanfaat
50-60 tahun – Fokus pada filantropi dan memberi kembali, terlibat di sekolah dan mengantre banyak penerus.
60+ tahun – Cobalah menikmati apa yang telah kita bangun dan sebarkan.

“ Hal ini benar-benar membutuhkan lebih dari satu atau dua kali untuk mengkomunikasikan dengan seluruh anggota tim agar bisa bahu membahu, bergerak dengan derap dan irama yang sama untuk mencapai tujuan organisasi. Disinilah perlunya melakukan evaluasi secara komprehensif guna memastikan agar seluruh jajaran tim memahami dan fokus pada visi organisasi “, pungkas Dede ketika ditemui disela – sela kesibukannya di Bandung, Sabtu (24/4).

(Depe

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.