Rancang Bangun Gelar Kekuatan Militer Berbasis Artificial Intelligence

SERGAP. CO.ID,

JAKARTA, – Seiring dengan lompatan teknologi yang berekplorasi secara eksponensial, menyebabkan implikasi strategis terhadap berbagai bidang kehidupan. Tak terkecuali system pertahanan dengan kiblat desain dalam melakukan rancang bangunnya pada pemanfaatan Artificial Intelligence seoptimal mungkin dalam bidang kemiliteran.

Bacaan Lainnya

Dede Farhan Aulawi seorang Pengamat Teknologi Pertahanan yang diwawancarai masalah tersebut di Jakarta, Rabu (6/11) mengatakan bahwa Inteligensi Buatan (Artificial Intelligence / AI) semakin menjadi bagian penting dari peperangan masa depan. Pergeseran paradigma pertempuran pun akan bergeser dari system yang berlandaskan pada jumlah pasukan kepada system yang berlandaskan penggunaan modernisasi persenjataan. Pusat kekuatan yang bertumpu pada jumlah orang akan bergeser pada alokasi anggaran untuk persenjataan. Kekuatan fisik manusia akan bergeser pada kecerdasan dalam pemanfaatan teknologi persenjataan.

Caption : Dede Farhan Aulawi seorang Pengamat Teknologi Pertahanan

Dede juga mengatakan bahwa bila dibandingkan dengan sistem konvensional, sistem militer yang dilengkapi dengan AI mampu menangani volume data yang lebih besar dengan lebih efisien. Selain itu, AI meningkatkan kontrol diri, pengaturan diri, dan aktuasi diri dari sistem tempur karena kemampuan komputasi dan pengambilan keputusan yang melekat.

Saat ini menurut pengamatannya, AI telah ditempatkan di hampir setiap aplikasi militer. Termasuk peningkatan dana penelitian dan pengembangan dari lembaga penelitian militer untuk mengembangkan aplikasi baru dan canggih dari kecerdasan buatan yang diproyeksikan untuk mendorong peningkatan adopsi sistem yang digerakkan AI di sektor militer.

“ Misalnya saja, Badan Proyek Penelitian Pertahanan AS membiayai pengembangan sistem kapal selam robot, yang diharapkan akan digunakan dalam aplikasi mulai dari deteksi tambang bawah laut hingga keterlibatan dalam operasi anti-kapal selam. Selain itu, Departemen Pertahanan AS secara keseluruhan menghabiskan USD 7,4 miliar untuk pengembangan kecerdasan buatan, Big Data, dan cloud pada tahun fiskal 2017, dan alokasi anggaran ini terus bertambah sampai saat ini. Begitupun dengan Tiongkok yang berinvestasi besar pada AI untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya dan diperkirakan akan menjadi pemimpin dunia di bidang ini pada tahun 2030 “, ungkap Dede.

” Penguatan aplikasi AI harus bertitik tolak pada bagaimana cara otak dan akal manusia bekerja. Bagaimana otak bekerja saat “bertahan” dan “menyerang”. Kapan dan bagaimana cara “menyerangnya” sebagai autodefence system yang ter-install dalam naluri manusia harus diterjemahkan ke dalam sistem aplikasi persenjataan otomatis, dan untuk memahami hal ini sudah saatnya mengajak keterlibatan para pakar neurosains dan teknologi untuk memberikan kontribusi keahliannya pada bangsa dan negara “, ujar Dede dengan penuh semangat.

Aplikasi AI di bidang militer di dunia saat ini, secara umum diimplementasikan pada sector (1) Platform Warfare yang memberdayakan senjata otonom dan berkecepatan tinggi untuk melakukan serangan kolaboratif, (2) Keamanan siber untuk melindungi jaringan, komputer, program, dan data dari segala jenis akses yang tidak sah, serta mampu merekam pola serangan dunia maya dan mengembangkan alat serangan balik untuk mengatasinya, (3) Logistik & Transportasi untuk mendeteksi anomali dan dengan cepat memprediksi kegagalan komponen kendaraan dan persenjataan tempur, atau dengan kata lain meningkatkan reliabilitas sistem persenjataan, (4) Pengenalan Target yang mencakup prakiraan perilaku musuh yang berbasis probabilitas, agregasi cuaca dan kondisi lingkungan, antisipasi dan penandaan kemacetan atau kerentanan jalur pasokan potensial, penilaian pendekatan misi, dan strategi mitigasi yang disarankan, misalnya program Target Recognition and Adaption in Contested Environments (TRACE) yang menggunakan teknik pembelajaran mesin untuk secara otomatis menemukan dan mengidentifikasi target dengan bantuan gambar Radar Aperture Sintetis (SAR), (5) Battlefield Healthcare yang meng integrasikan Robotic Surgical Systems (RSS) dan Robotic Ground Platforms (RGPs) untuk memberikan dukungan bedah dan kegiatan evakuasi jarak jauh, misalnya prototipe penalaran klinis yang dikenal sebagai Electronic Medical Record Analyzer (EMRA) yang dirancang untuk memproses rekam medis elektronik pasien dan secara otomatis mengidentifikasi dan memberi peringkat masalah kesehatan yang paling kritis, dan (6) Simulasi dan Pelatihan Tempur yang memasang rekayasa sistem, rekayasa perangkat lunak, dan ilmu komputer untuk membangun model terkomputerisasi yang memperkenalkan prajurit dengan berbagai sistem tempur yang digunakan selama operasi militer, misalnya Angkatan Laut AS bekerjasama dengan Leidos, SAIC, AECOM, dan Orbital ATK, sementara Angkatan Darat AS bekerjasama dengan SAIC, CACI, Torch Technologies, dan Millennium Engineering. Aplikasi AI di bidang militer ini tentu akan terus berkembang, termasuk aplikasi dalam pesawat, kendaraan dan senjata tempur tanpa awak. Ungkap Dede mengakhiri percakapan.

(Red/**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.